empat

3.1K 254 6
                                    

Megan berkacak pinggang sambil menatap galak sahabatnya yang sedang asyik memakan semangkuk mie ayam di kantin. Rasanya ingin sekali mendorong sahabatnya agar terjungkal saking kesalnya.

"Lo emang nggak ada kapok-kapoknya ya, astagaa," Megan memegang kepalanya, mencoba bersabar dengan Shella.

"Kenapa sih, Gan? Gue laper banget ini, tadi lupa sarapan," balas Shella santai.

"Ini lagi pelajaran pak Steffan dodol! Cepet ke kelas," Megan mencoba menarik Shella agar ikut bersamanya ke kelas.

"Apaan, sih? orang pak Steffan juga ga masuk, ga semangat belajarnya kalo cuma kerjain tugas," tolak Shella.

"Kata siapa saya tidak masuk?"

Keduanya menoleh ke belakang, Steffan menghampiri mereka sambil melipat kedua tangan di dadanya dan memandang mereka datar. Terutama Shella yang dia yakini sebagai biang keroknya.

"E-eh pak Steffan! Aduh itu, apa sih?" ujar Megan tergagap. Melihat tatapan Steffan saja membuat Megan ciut.

Steffan mengisyaratkan agar Megan kembali ke kelas. Megan menghela nafasnya lega, tak lupa dia sempatkan untuk meledek Shella lalu berjalan cepat menuju kelasnya.

Steffan menghela nafas. "Kamu ikut ke ruangan saya!"

"Ya ampun, mau ngapain pak? Jangan macem-macem, ya. Saya masih minor," kata Shella sambil membulatkan matanya.

"Kamu saya kasih hukuman, mengerjakan tugas double!" Ujarnya tidak menerima bantahan. Steffan sendiri bingung bagaimana cara agar Shella jera dan tidak mengulangi kesalahannya lagi.

"Yaah kok bapak gitu sih sama saya? Lapar itu manusiawi pak, kalo nggak makan saya nanti kurus kering. Emang bapak mau punya istri kerempeng?" Cerocos Shella.

"Atau kamu mau membersihkan toilet satu fakultas?" Ancam Steffan.

"Iya-iya, galak banget si bapak. PMS ya?" Tebak Shella.

"Saya darah tinggi sama kamu," ujar Steffan.

"Nggak apa-apa, sebagai calon yang baik saya bisa merawat bapak sampai sembuh kok," kata Shella.

"Rashella." ucap Steffan dengan pelan namun membuat Shella merinding. Apalagi dengan tatapan dinginnya yang membuat Shella menciut.

"Baik yang mulia raja bapak raden Steffan,"

🌱

"Pak ini kok susah banget? Saya nggak ngerti, deh. Siapa, sih, penemu materi ini?! Bikin pusing aja," keluh Shella.

"Makanya, jika saya menjelaskan materi itu perhatikan, jadi kamu bisa mengerti," omel Steffan.

"Ya gimana mau fokus, Pak. Gak bisa saya berhenti salfok sama kegantengan Bapak," kata Shella dramatis.

Steffan memandangnya malas.

"Iya-iya pak, lain kali saya akan memperhatikan, bapak maksudnya hehe," cengir Shella.

"Saya jelaskan sekali lagi, kamu harus memperhatikan dengan seksama!" Titahnya.

Shella hanya mengangguk, dia membuka bukunya sesuai arahan steffan. Sedangkam Steffan menjelaskan materinya. Sebenarnya cukup detail dan sangat mudah dimengerti.

Hanya saja Shella dengan kurang ajarnya malah memperhatikan bibir Steffan yang terus berbicara. 'Seksi banget ya Tuhaan' kata Shella dalam hatinya

Life With My Lecturer [republished ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang