Steffan memasuki rumahnya, dia menggandeng Senja agar ikut masuk ke sana. Senja membawa cake di tas jinjingnya. Dengan senyuman penuh percaya diri Senja menghampiri Vina.
"Mah, lihat siapa yang datang," ujar Steffan.
Vani berbalik, senyumnya luntur saat dia melihat Senja. Dengan cepat dia menghampiri Steffan.
"Untuk apa kamu kesini?" Tanya Vina dengan sinis.
"Hai Ma, ini aku bawain kue buat Mama. Ini aku yang bikin loh, pasti Mama suka," ujar Senja sambil memberi paper bag kepada Vina.
"Langsung aja. Ada apa? Saya nggak punya banyak waktu untuk orang seperti kamu," sarkas Vina tanpa menerima paper bag dari tangan Senja.
"Mah," tegur Steffan.
Lalu Steffan mengajak mereka duduk di ruang tamu. Senja duduk di samping Steffan, sedangkan Vina di hadapannya.
Senja mengeluarkan kue tersebut dan menyerahkannya pada Vina. Vina tertawa pelan.
"Kamu yang bikin ini?" Tanya Vina.
Senja tersenyum sambil mengangguk. Ia lalu menatap Steffan.
"Lalu kenapa ada label tokonya? Kamu pikir saya buta?" Ujar Vina dengan nada datar.
Senja terdiam, mengapa ia bisa lupa melepas label toko kuenya pada wadah itu. Ia memegang tangan Sean karema gugup.
"Mah, senja mau bicara-"
"Jangan panggil saya Mamah, saya bukan Mamah kamu. Saya bahkan nggak sudi," ketus Vina.
"Mah, saya kan sudah minta maaf. Waktu itu saya khilaf. Semua manusia wajar Mah punya kesalahan," ujar Senja.
"Khilaf? Sampai punya anak dari selingkuhan kamu?" Tanya Vina sambil menggelengkan kepalanya.
"Mah, tolong maafin Senja ya. Dia sudah berubah Mah," bela Steffan.
"Iya Mah, tolong kasih kami restu. Sekarang aku sama Steffan sudah siap menikah dan membina rumah tangga," mohon Senja.
"Steffan juga nggak akan mau sama Shella, dia nggak pantes buat Steffan, dia masih bocah, kelakuannya juga nakal," kata Senja membuat Vina bangkit dari duduknya.
"Jangan pernah kamu hina Shella! Di banding kamu, dia jauh lebih baik. Saya lebih setuju anak saya bersanding dengan Shella daripada sama kamu, saya tidak akan setuju jika anak saya menikah dengan wanita murahan seperti kamu!" Bentak Vina sambil menitikan air matanya.
"Mah, jangan kayak gitu sama Senja," tegur Steffan.
"Ya, kamu terus bela dia! Kamu nggak pernah sekalipun perduliin perasaan Mamah! Kamu kenapa sih Steffan?!" Isak Vina.
"Mah.."
"Mamah cuma mau yang terbaik buat kamu, Mama nggak mau kamu terluka lagi Steffan, tolong,"
Vina jatuh terduduk sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Mengeluarkan semua ketakutannya, dia takut anaknya kembali terluka seperti dahulu.
"Mah," Steffan jongkok di depan Mamanya, ia hendak memeluknya namun ditepis oleh Vina.
Dengan sekuat tenaga, ia bangkit lalu membuka ponselnya, ia mengetik beberapa nomor di ponselnya. Dia sekarang hanya membutuhkan Shella.
"Kenapa tante?"
"Sayang, kamu bisa kesini?" Pinta Vina sambil menahan isakannya.
"Tante kenapa? Ada yang sakit ya? Tunggu Shella ke sana!"
Panggilan telepon terputus, Vina mengatur nafasnya agar tidak sesak. Ia menyimpan kembali ponselnya.
Sedangkan Steffan kini beralih menenagkan Senja yang sedang menangis di sofa. Steffan jadi kelimpungan sendiri menghadapi keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life With My Lecturer [republished ]
Fiksi RemajaDi dunia ini yang paling menyebalkan bagi Shella adalah tugas. Apalagi dengan dosennya yang sangat menyebalkan. Shella rasanya ingin menhilang saja. "Rashella Anindya! Kamu bisa belajar lebih serius? Mau jadi apa kamu ini?" "Istri bapak hehe," "M...