sepuluh

3.3K 255 2
                                    

Apa yang pertama kali dipikirkan ketika dikamar


"HAH?! SERIUS LO DILAMAR PAK STEFFAN?!" teriak Megan depan di depan wajah Shella.

"Jangan kenceng-kenceng ngomongnya dong," tegur Shella.

"Terus gimana? Lo terima?" Tanya Megan yang semakin penasaran.

"I-iya, Bunda juga nyuruh gue terima dia," Shella menjawab sambil meringis pelan. Megan menutup mulutnya dengan telapak tangannya karena masih merasa tidak percaya.

"Lah? Berati kalian mau nikah dong?!"

"Bulan depan Gan, hari ini gue juga ada fiting baju, gue masih nggak nyangka," Shella menelusupkan wajahnya di lipatan tangannya di meja.

"Anjir, gue masih nggak bisa berkata-kata," ujar Megan.

"Apa jalan yang gue pilih bener?" Tanya Shella.

"Ikutin kata hati lo Shel, kalau itu bisa bikin lo bahagia, kenapa enggak?" Balas Megan sambil memgusap punggung sahabatnya itu.

"Shella, Megan?"

Keduanya menoleh saat melihat Chandra berdiri di depan mereka.

"Temenmu sakit?" Tanya Chandra.

"Nggak pak, dia kesurupan reog," jawab Megan mendapat geplakan di bahunya oleh Shella.

"Nggak apa-apa Pak, saya cuma lagi sedikit pusing aja," jawab shella.

"Ke ruang kesehatan saja, biar bisa istirahat, " saran Chandra.

"Bang, ngapain lo disana?" Jordan juga menghampiri mereka sambil menarik Steffan.

"Ini katanya Shella pusing, " ujar Chandra.

Steffan memandang Shella. "Kamu sakit?"

"Ih nggak kok pak, " bantah Shella, tangannya dan Megan saling menggenggam karena merasa gugup.

Banyak juga mahasiswa yang melihat ke arah mereka, karena dikelilingi oleh dosen yang terkenal seantero kampus.

"Kok bapak-bapak sekalian pada disini?" Tanya Shella.

"Kok kamu nge-gas?"

Skatmat. Semakin banyak mahasiswa yang memperhatikan mereka. Dengan cepat Shella menarik tangan Megan.

"Bapak-bapak, saya permisi," pamit Shella.

"Dikatain bapak-bapak sama para bocil, padahal umur ga tua-tua amat," ujar Chandra.

"Calon istri lo Stef," kekeh Jordan sambil merangkul Steffan. Sedangkan steffan hanya mendengus lalu pergi dari sana.

🌱

Setelah kelas selesai, Shella langsung ke ruangan Steffan. Karena dia mendapat pesan dari dosen sekaligus calon suaminya itu untuk ke ruangannya terlebih dahulu.

Saat hendak mengetuknya, pintu sudah terbuka dengan Steffan yang berada tepat di depannya. Ia menurunkan tangannya yanh berada tepat di wajah steffan.

"Maaf pak," ujar Shella.

"Kenapa minta maaf? Memang kamu salah?" Tanya Steffan.

"E-enggak gitu maksudnya," Shella menggaruk tengkuknya canggung.

"Sebelum ke butik, kita ketemuan saja Senja dulu, di kafe depan kampus," ujar Steffan.

Shella menghela nafasnya lalu mengangguk. Jujur saja ia malas berhadapam dengan Senja.

"Iya pak,"

Life With My Lecturer [republished ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang