Damage Control [Lisa POV]

2.7K 439 1
                                    

Aku melihat Jisoo duduk sendirian di bangku koridor rumah sakit. Dia terlihat sangat lemah dan murung. Itu membuatku sangat cemas. Jantungku berdetak cepat, memikirkan semua kemungkinan buruk. Mengapa Jisoo ingin aku berada di sini? Dimana Jennie? Apakah dia baik-baik saja. Ada banyak pertanyaan yang bermain di benakku. Aku khawatir dan takut air mata akan jatuh dari mataku.

"Jisoo..." Panggilku. Ia berdiri setelah mendengar suaraku. Ada sesuatu tentang ekspresinya yang tidak bisa kuuraikan. Sepertinya dia kesulitan untuk berbicara. "Dimana Jennie?" Aku langsung bertanya. Aku mulai tidak sabar, aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Dia sedang istirahat di kamar itu," Katanya sambil menunjuk pintu yang berada beberapa meter dari tempat kami berdiri.

Hatiku jatuh tepat setelah aku mendengar kata-katanya. Kondisinya pasti buruk. Rasa gugup mulai menjalari tubuhku.

Aku segera memutuskan untuk memeriksanya. Tapi saat aku hendak berjalan ke kamarnya, Jisoo menghentikanku. "Lisa dia stabil sekarang, ayo bicara dulu." Katanya yang terlihat lelah.

Sebenarnya aku sedikit ragu, aku sangat ingin melihat Jennie. Aku sangat putus asa karena aku belum melihatnya tapi Jisoo sepertinya ingin berbicara. Maka dari itu aku hanya mengikutinya menuju rooftop rumah sakit untuk berbicara secara pribadi.

Aku menunggu lima menit sebelum Jisoo siap berbicara.

"Jujur, aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi. Aku tidak pernah berpikir Jennie akan nekat untuk melukai dirinya sendiri." Aku terkejut mendengar kata-katanya. Mataku terbuka lebar dan hatiku perlahan hancur. Untuk beberapa detik aku kehilangan akal sehatku.

"Apa yang terjadi?" Tanyaku merasa takut. Aku menelan ludah beberapa kali mencoba menenangkan diri.

"Sebenarnya, Jennie terus bertanya tentangmu sehari setelah aku mengusirmu. Saat itu aku masih marah dan karena itu aku berbohong padanya. Aku mengatakan padanya bahwa kamu tidak akan pernah kembali lagi. Dia marah dan kesal. Hari ke hari.. kondisinya mulai memburuk. Dia terus-menerus mengalami gangguan mental. Dia mengamuk dan menangis. Aku tidak tahu dia akan menyelundupkan pisau di kamarnya. Dan keesokan paginya aku menemukan dia terbaring tidak sadarkan diri. Noda darah ada di mana-mana, dan aku menemukan luka di pergelangan tangannya. Aku merasa takut." Air mata jatuh di wajah Jisoo ketika menceritakan apa yang telah terjadi.

Hatiku sakit saat mengetahui Jennie menderita. Aku tidak dapat berbicara. Aku merasa tercekik.

"Pada titik ini, aku akan melakukan apa saja untuk memastikan dia aman. Aku tidak ingin kehilangan anggota keluargaku lagi. Aku tidak cukup kuat. Jadi tolong, jika kamu benar-benar mencintainya, jangan sakiti dia." Lanjutnya.

Jisoo terlihat sangat hancur dan lelah. "Aku berjanji, aku akan membuatnya bahagia, sampai nafas terakhirku." Aku meyakinkan diriku pada Jisoo.

___

Kami sedang dalam perjalanan kembali ke bangsal Jennie. Aku tidak sabar untuk bertemu dengannya lagi. Aku sangat merindukannya.

Saat kami semakin dekat, Jisoo menghentikanku. "Lisa, aku mengizinkanmu berkencan dengan adikku tapi tidak berhubungan seks sampai dia benar-benar sembuh dari penyakitnya." Katanya yang terlihat khawatir. Aku sedikit tersinggung dengan ucapannya. Apakah aku seperti seorang maniak seks baginya? Pikirku.

Aku hanya mengangguk singkat padanya. Namun tiba-tiba seorang perawat muncul berlari menuju kamar Jennie. Aku mulai merasa takut ketika mendengar suara jeritan dan barang pecah. Dengan buru-buru aku pergi ke bangsalnya untuk memeriksa kondisinya. Aku benar-benar kaget, Jennie mengamuk dan melempar barang ke sembarang arah. Sepertinya dia berusaha menghindari dirinya dari perawatan oleh perawat.

Jantungku terasa berhenti ketika melihatnya memegang gunting dan pergelangan tangannya berdarah. Dia pasti melukai dirinya sendiri lagi. Matanya sembab karena menangis dan nafasnya berat. Itu terlalu menyakitkan untuk dilihat.

"Jennie.." Panggilku pelan. Jennie mengalihkan pandangannya padaku, aku mulai menggelengkan kepalaku sebagai tanda untuk berhenti yang menyebabkan dia terisak.

Perlahan aku berjalan kearahnya dengan tetap menatap matanya. "Jennie, tidak apa-apa. Aku disini." Aku berbisik sambil menutup celah kami. Tanganku gemetar ketika aku mencoba meraih gunting ditangannya. Syukurlah dia tidak melawan dan menyerahkannya padaku.

Sesaat kemudian aku mulai memeluknya erat-erat. Dia mulai menangis begitu keras. Aku tidak bisa menahan diri untuk ikut menangis. Hatiku sakit melihat keadaannya yang hancur. Aku merindukan semua yang ada padanya. Rasanyas sudah lama sekali sejak terakhir kali aku melihatnya.

___

Aku terus memegang tangan Jennie ketika dia sedang diawasi oleh perawat di ranjang rumah sakit. Semuanya tampak begitu tenang sekarang. Aku terus menunjukkan rasa kasih sayangku pada Jennie dengan meletakkan punggung tangannya di pipiku. Aku tidak bercanda, saat ini aku masih ingin memeluknya dan akan tetap seperti itu tapi disini adalah tempat umum, jadi aku harus mengendalikan diri.

Beberapa kemudian Jennie mulai berbicara. "Jisoo bilang kamu meninggalkanku." Aku tercengang karena dia membawa topik itu.

"Umm baiklah.. ini hanya salah paham, aku meninggalkan negara selama lima hari, untuk umm. Untuk pekerjaanku." Jawabku mencoba menutupi kekacauan itu. "Aku tidak akan pernah meninggalkan orang sehebat kamu." Lanjutku sambil tersenyum lembut. Dia tersenyum cerah padaku setelah mendengar kata-kataku.

"Begitu kamu sembuh, aku berjanji akan membawamu ke tempat yang indah." Kataku, menatap matanya dengan penuh perhatian. Tanganku terus membelai lembut punggung tangannya.

"Benarkah?!" Dia sangat senang dengan ucapanku. "Bisakah kita pergi ke taman hiburan?" Lanjutnya. Aku mengangguk padanya membuatnya memamerkan gummy smile-nya.

"Yeayyy!!"

Abnormality [ID] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang