So Close, Yet So Far [Lisa POV]

2.4K 348 4
                                    

Aku sudah mencoba selama berbulan-bulan untuk mencari tahu kepribadian Jennie yang sebenarnya. Sejujurnya, aku merasa seperti sedang mengejar orang lain. Dia tampak seperti orang asing yang terperangkap di dalam tubuh Jennie-ku. Mereka bertolak belakang dalam segala hal. Aku tidak akan berbohong; aku merindukan Jennie lamaku. Aku mendambakan kasih sayangnya setiap hari. Namun, apakah salah jika aku berharap dia kembali abnormal? Aku sering menangis sendirian di tempat tidur karena kehilangan kata-kata dan tidak tahu harus berbuat apa. Aku kehilangan arah. Aku sudah mencoba untuk mendekatinya beberapa kali, tapi aku selalu menerima penolakan. Ini menjengkelkan karena dia sepertinya tidak peduli padaku.

Saat dia melanjutkan studinya di universitas, segalanya mulai menjadi lebih buruk. Aku merasa tercekik saat tidak bisa melihat wajahnya di apartemen Jisoo. Upayaku jelas tidak efektif, dan tidak peduli seberapa keras aku mencoba, tidak ada yang berubah. Dia sepertinya tidak memperhatikanku sama sekali. Dia hampir memarahiku beberapa hari yang lalu hanya karena muncul di tempat mereka. Jisoo ada di sana untuk menghentikannya, syukurlah. Aku tidak yakin apa masalahnya, tetapi aku tidak pernah melewati batas, sejauh yang aku ingat.

___

Saat ini aku berada di rumah Jisoo, memeriksa dokumen kerjaku, tapi kami diinterupsi oleh kedatangan Jennie. Dia berjalan melewati kami tanpa berkata apa-apa, seolah-olah dia sedang terburu-buru untuk pergi ke kamarnya. Sepersekian detik kemudian dia muncul kembali, dengan pakaian berbeda.

Aku terkejut dengan betapa terbukanya dia saat berpakaian. Roknya sangat pendek, dan pakaian atasannya memeluk tubuhnya terlalu erat. Payudaranya mungkin bisa mencuat kapan saja. Aku memahami bahwa dia baru saja pulih dan tidak ingin membuang waktu untuk bersenang-senang, tetapi ini berlebihan.

"Hei! Apa yang kamu lakukan dengan pakaianmu?!" Jisoo membuat teriakan kecil. Sejujurnya, aku tidak bisa menahan diri untuk marah. Tapi tidak bisa. Pada faktanya aku bukan siapa-siapa.

"Unnie, relax. Aku akan berpesta malam ini. Dan jangan menungguku. Aku tidak akan pulang." Katanya sambil berjalan ke pintu depan, mengenakan sepatu hak tingginya.

"Jadi, dimana kamu bermalam?"

"Aku tidur di tempat Mark." Jawabnya. Mendengar ucapannya membuatku merasa lemah. Ini membuat hatiku perlahan hancur. Aku tidak menyadari bahwa aku mengepalkan tinjuku begitu erat di bawah meja. Mungkin karena aku tidak bisa bernapas. Aku tidak sekuat itu sehingga aku bahkan tidak bisa mengangkat kepalaku.

"Hei! hati-hati!" Beberapa detik setelah itu, Jisoo memperingatkan. Kemudian Jennie keluar dari Apartemen.

"Lisa, aku minta maaf atas nama Jennie; apa kamu baik-baik saja?" Begitu adiknya pergi, Jisoo melihat ke arahku. Aku benar-benar berada di ambang kehancuran. Itu menggangguku karena aku merasa dikhianati. Sedikit. Hatiku seperti ditusuk dengan pisau.

"Tidak apa-apa, um. Aku hanya akan membawa ini pulang bersamaku" Aku berpura-pura tersenyum sambil mulai mengemasi kertas di atas meja.

"Yang ini, aku akan mengembalikannya padamu besok," kataku, berusaha mempertahankan ketenanganku. Jisoo menatapku dengan wajah terlihat khawatir. Beberapa saat kemudian aku meninggalkan tempat itu dengan perasaan hancur.

__

Aku sampai di depan kediaman Jisoo sekitar jam dua siang. Emosiku belum sepenuhnya pulih dari kejadian tadi malam. Aku masih merasa sedih dengan tindakan Jennie yang menjengkelkan. Tapi aku berusaha tegar untuk menghadapi hariku sekali lagi. Meskipun aku tidak yakin aku bisa melangkah lebih jauh.

Sesaat kemudian aku mengetuk pintu. Jennie muncul dengan membuka pintu perlahan. "Apakah Jisoo ada?" Tanyaku berusaha bersikap biasa saja.

"Oh dia baru saja pergi, menjalankan tugas." Jawabnya datar tidak menunjukkan minat.

"Bantu aku memberikan ini padanya." Lanjutku sambil memberikan kertas-kertas tadi malam. Hatiku hancur saat aku tidak sengaja melihat tanda merah di lehernya. Seperti tanda cinta. Jennie, kau menghancurkan hatiku. Aku harap kamu berhenti.

"Ada yang lain?" Dia bertanya dengan malas. Aku merasa terlalu lemah untuk berbicara sehingga aku hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. Sesaat kemudian aku pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku merasa putus asa.

__

Tiga hari setelah itu, aku kembali ke tempat Jisoo untuk berdiskusi lagi. Ketika aku tiba, aku melihat pintu depan sedikit terbuka. Tapi ada yang menahanku untuk masuk..

Abnormality [ID] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang