Unlucky Fate [Lisa POV]

3.8K 537 1
                                    

"Jisoo kamu kenal aku, jadi jangan khawatir tentang itu." Aku mencoba menghibur Jisoo, dia terlihat panik setelah melihatku berinteraksi dengan 'adik spesialnya' Jennie.

Sejujurnya aku bertanya-tanya, mengapa dia ingin menyembunyukan adiknya dari semua orang? Apakah dia merasa malu? Ya Tuhan, aku tidak boleh berpikiran negatif. Dia mungkin punya alasan sendiri. Aku tidak punya hak untuk menghakimi temanku. Tapi aku terlalu penasaran sehingga aku mulai menggali lebih dalam tentang dia.

"Dia lucu, aku menyukainya. Berapa umurnya?" Aku terus berharap mendapatkan informasi lain. Aku menyesap kopi sambil melirik Jisoo.

"Dia 24 tahun. Alasan kenapa kamu belum pernah bertemu dengannya sebelumnya, karena Jennie menjalani perawatan terapi di rumah sakit. 5 tahun.. dokter mencoba menyembuhkannya tetapi hasilnya masih sama. Otaknya secara harfiah terjebak di dunia anak-anak." Aku terkejut. Ini sangat disayangkan. Bagaimana bisa seorang wanita cantik menderita hal seperti ini. Ini sangat tidak adil.

"Maaf, tapi bagaimana itu bisa terjadi?" Aku bertanya dengan hati-hati. Jisoo menghela nafas panjang.

"Itu terjadi karena kecelakaan. Kedua orang tuaku meninggal dalam kecelakaan mobil dan adikku satu-satunya yang selamat.Tapi sayang sekali meskipun dia selamat, dia menderita cedera otak traumatis yang menyebabkan dia bertingkah seperti anak kecil. Sama seperti apa yang kamu lihat sebelumnya, dia bahkan tidak mengingat apapun kecuali masa kecilnya." Suaranya terdengar sangat sedih saat menjelaskan apa yang terjadi pada keluarganya. Tiba-tiba aku merasa bersalah karena menanyakan pertanyaan sensitif padanya.

"Maaf, seharusnya aku tidak bertanya. Hmm.. mari kita bicara tentang makalah penelitian." Aku meminta maaf dan mengalihkan topik kami ke hal lain. Dia tersenyum sedih dan mengangguk.

Kami menghabiskan waktu berjam-jam berdiskusi tentang makalah penilitian Jisoo. Aku benar-benar kagum dengan cara kerja pikiran Jisoo. Dia tahu persis apa yang dia lakukan. Itu membuat pekerjaanku jauh lebih mudah. Ide dan sarannya sangan brilian dan bermanfaat. Aku sangat senang bertemu dengannya hari ini, setidaknya aku tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya untuk memperbaiki masalah perusahaan.

"Terima kasih banyak, Jisoo. Kurasa aku tidak bisa melakukan ini tanpamu." Aku berkata tepat setelah kita selesai berdiskusi. Jisoo mulai bercanda berpose keren di depanku dan aku tertawa karenanya. "Jadi, apa yang bisa ku lakukan untuk membalasmu?" Tanyaku menunggu responnya.

"Hmm, aku akan memikirkannya. Tapi untuk saat ini..."
Kalimatnya terhenti ketika kami mendengar suara benturan yang datang dari ruangan lain. Jisoo segera pergi untuk memeriksanya, sementara aku tetap pada tempatku.

Sepuluh menit kemudian aku melihat Jisoo membantu Jennie ke dapur. Jennie tampak menderita saat aku melihatnya menangis. Aku merasa tidak enak tentang hal itu. Jadi, aku mengikuti mereka dari belakang.

"Apakah dia baik-baik saja?" Aku bertanya pada Jisoo yang sepertinya panik mencari-cari sesuatu di laci dapur.

"Dia mengalami gangguan mental," Jawabnya.

Jennie masih terisak di pulau dapur. Dia tampaknya mengalami kesulitan bernapas. Aku pun mencoba mengusap punggungnya dengan lembut, berharap dia akan menjadi lebih baik. Tak lama kemudian Jisoo datang menghampiri kami dengan sebuah pil di tangannya dan segera meminta Jennie untuk menelannya.

"Aku tidak menginginkannya!" Jennie menolak dengan suara bayinya, terdengar hampir memohon.

"Jennie, kau harus menelannya. Kalau tidak kau tidak akan sembuh." Perintah Jisoo.

Sesaat kemudian Jennie mengambil pil dan menelannya dengan air. Tiba-tiba aku merasa kasihan padanya. Dia baik-baik saja sebelumnya dan sekarang dia mengalami kesulitan menangani emosinya sendiri. Aku berharap aku bisa membantu dan menyembuhkan rasa sakitnya. Sesaat kemudian Jennie mulai tenang dan kembali ke kamarnya.

___

"Lisa, aku minta maaf kamu harus menyaksikan semua ini." Jisoo meminta maaf saat kami sedang membuat makanan di dapur. Saat ini jam hampir menunjukkan pukul tujuh malam.

"Tidak. Tidak apa-apa, aku mengerti." Aku mencoba meyakinkan Jisoo bahwa aku baik-baik saja.

Beberapa saat kemudian kami semua berkumpul di ruang makan untuk makan malam. Jennie terlihat sangat pendiam kali ini. Dia tidak terlihat aktif dan itu memicuku.

"Hei, mau jalan-jalan malam nanti?" Tanyaku pada Jennie. Dia terlihat sangat bersemangat. Namun, tiba-tiba suara Jisoo mengganggu kami.

"Lisa.."

Tapi aku langsung memotongnya. "Jisoo, santai. Kamu benar-benar perlu sedikit rileks, selain itu kapan terakhir kali dia keluar?" Ada kilatan rasa bersalah yang terpancar di wajahnya. "Percayalah, aku akan menjaganya. Aku berjanji."

Abnormality [ID] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang