1.7 [Jealous]

3.6K 316 11
                                    

HAPPY READING!don't forget to vote and comment

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HAPPY READING!
don't forget to vote and comment.

🦋

SEOLA menghela napas panjang, menatap malas Lander yang berdiri di hadapannya memasang wajah datar. Sejak kejadian di kafe tadi, Lander mengajak Seola untuk ke apartemen miliknya. Salah satu bangunan dengan bayaran sangat mahal. Tentu saja, memiliki kekayaan berlimpah, sudah sewajarnya Lander membeli apa pun tanpa memikirkan total uang yang harus dikeluarkan.

Menjadi seorang CEO di usia muda adalah hal yang sangat membanggakan. Apalagi itu perusahaan milik pribadi, Lander memulai bisnis di usia sekitar 14 tahun. Dia banyak belajar dari sang daddy-Zack, hingga tepat usia 17 tahun tekadnya untuk memiliki perusahaan pun begitu besar. Sebagai orang tua yang baik, Zack tentu membantu.

Dari sana perlahan-lahan perusahaan Lander menjadi besar, bahkan melebihi milik Zack. Selama beberapa tahun Zack mengurus Lander's Group, karena sang anak harus melanjutkan pendidikan di Inggris. Di umur 22 tahun Lander pun kembali, mengungkapkan pada publik bahwa dialah pemilik resmi perusahaan raksasa tersebut.

Zack sama sekali tidak pernah merasa tersaingi oleh anaknya sendiri. Dia malah bangga atas semua pencapaian Lander. Lander merupakan anak tunggal keluarga Corner. Jadi, tentunya perusahaan yang Zack miliki jatuh ke tangan Lander. Kekayaan yang sudah berlimpah ruah, akan semakin tak tertandingi.

"Tadi disuruh pulang, eh taunya ke apartemen. Mau ngapain coba? Gue nggak mau aneh-aneh, ya. Masih suci nih," gerutu Seola.

Lander semakin menampilkan wajah datar, tatapan begitu menajam. Dia kesal, marah, dan bingung. Semua bercampur aduk, apalagi ketika melihat Seola seperti tidak merasa bersalah. Rasa kesalnya naik drastis.

"Ngapain?" tanya Lander masih tetap setia berdiri, sedangkan Seola sudah duduk di atas sofa seraya membuka bungkus jajanan yang tadi dibelikan oleh Leon.

"Apanya?" tanya Seola tidak mengerti.

"Ngapain ke sana?"

Seola memutar bola mata malas. Pertanyaan aneh, orang pergi ke kafe ya memang untuk apa selain minum kopi, menikmati suasana tenang di sana.

"Minum lah, masa tidur," jawab Seola.

"Minum terus gratis pelukan, gitu?" sindir Lander.

"Wah, gila ya nih orang," decak Seola lelah berpikir.

Jiwa bar-bar terpancing, dia bangkit dari sofa menatap permusuhan pada Lander. Dengan tidak sopan tangannya yang masih terdapat bumbu-bumbu jajanan dibersihkan menggunakan jas mahal Lander. Lander hanya melirik sekilas, lalu kembali menatap mata biru Seola.

"Apa? Mau marah jas lo gue kotorin?" tuduh Seola meletakkan kedua tangan di pinggang, persis seperti ibu-ibu memarahi anaknya.

Lander mengernyit. Perasaan dia diam saja, tidak memberi respons apa-apa, tapi kenapa malah dituduh.

Redoubtable [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang