32. Kata Kim Doyoung

116 23 1
                                    

Shim Jehoon.

Orang yang sempat berbagi secuil cerita mengenai kerumitan masalah antara Minkyung dan Chae Eun, juga orang yang Jisung mintai pendapat bila konfliknya dan Chenle terjadi padanya. Orang yang sempat memberinya sebuah saran. Katanya, cari kesibukan seandainya dia mau melupakan beratnya problematika hidup. Membuatnya pamit walau sekejap. Orang itu benar-benar menggaetnya. Menyusuri jalanan sembari melempar guyonan kecil. Dengan lapang dadanya, Jehoon berusaha mengusir gusarnya Park Jisung.

Jehoon baik. Dia ramah. Matanya yang biasanya menghilang ketika senyum lebarnya diulas, terkesan lucu untuk disaksikan. Iya! Senyum itu poin utamanya! Si tokoh utama untuk meyakinkan orang bahwa dia memang manusia berbudi baik.

Jisung mengagumi keramahannya. Bahkan ketika namanya sering disebutkan di sepanjang koridor, dia tetap membalas. Sesekali sambil mengacungkan telunjuk dan ibu jarinya yang membentuk menyerupai pistol atau mata kirinya yang sesekali mengedip. Ditambah dengan humornya yang bagus, Jehoon tidak akan mungkin kehabisan daftar teman dalam hidupnya. Malah mungkin jumlahnya nyaris jutaan, menghabiskan banyak lembar kertas sampai beberapa di antaranya tak terdata.

Ada satu hal yang sama antara Jehoon dan Chenle; mereka sama-sama social butterfly yang baik.

Mereka pandai menumbuhkan kenyamanan ketika bercengkrama. Mereka anti dengan yang dinamai canggung. Mereka pandai beradaptasi.

Jisung menemukan banyak kesamaan. Tapi tetap saja, Shim Jehoon dan Zhong Chenle itu dua pribadi yang berbeda namun disatukan lewat caranya memperlakukan dunia. Jehoon tahu banyak hal, Chenle juga. Bedanya, Jehoon tak pernah nyaris mengumpat karenanya sementara Chenle pernah sampai beberapa kali. Dan perbedaannya ada di sana; di tingkat kesabaran mereka.

Seharusnya, Jisung tak terlalu merasakan perbedaan antara 2 orang yang terlalu mencolok. Jehoon dan Chenle sama-sama tipe yang enggan untuk diam. Mulutnya hampir tidak pernah dibiarkan bungkam selama jalanan menyongsong langkah kakinya.

Sekali lagi, tetap saja mereka tidak sama.

Persentase kenyamanannya ketika bersama Chenle dan Jehoon jelas berbeda. Walau keduanya sama-sama punya banyak cara untuk menghibur, tapi Jisung sulit menyamakan 2 orang yang berbeda. Meski demikian, Jisung bukan berarti menyimpulkan si kapten basket mempesona ini bukan orang yang baik. Bukan dan tidak sama sekali.

Chenle dan Jehoon...

Jehoon dan Chenle...

Jisung menoleh. Nyaris terkekeh ketika menjumpai mulut Jehoon yang tengah menganga, terarah padanya. Jisung menerka, rupanya dia berniat mengembangkan topik percakapan yang lain lagi. Tapi lebih cepat dari Jehoon, Jisung mendului.

"Jehoon." Panggilnya yang lantas disambut dehem kecil dari sang empu nama. "Kamu nggak mau ngundang Chenle buat masuk ke klub basketmu? Dia nggak pernah bilang ke kamu tentang apapun?"

Netra itu mulanya terpaut. Menanti-nanti pertanyaan dari lawan bicaranya. Tapi sedetik setelahnya, Jehoon menoleh—atau malah membuang tatapannya—Jisung tidak tahu. Satu kata singkat yang keluar dari bibirnya sekedar, "oh." Kemudian diam untuk beberapa sekon. "Tentang apa maksudnya?"

"Basket." Jisung menjawab kelewat lugas. "Karena aku pikir, dia sesuka itu sama basket, jadi agak nggak mungkin kalau dia nggak masuk klub basket padahal ada wadah yang siap menampung skill basketnya."

Bahu itu diangkat. "Aku nggak tahu, Jisung. Dia nggak pernah ngomongin seputar klub basket."

Jisung masih belum memutuskan tatapannya ketika Jehoon beralih menunduk berbarengan dengan kedua tangannya yang disimpan hangat di dalam saku celana. "Kalau gitu, kamu nggak mau nawarin dia? Dia suka banget sama basket, jadi seandainya dipaksa sedikiiit aja, dia pasti mau."

Shy Shy Jwi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang