Ada sesuatu yang unik tersembunyi apik, menjanjikan cerita yang menarik untuk didengar. Dalam ruang itu, disaksikan oleh bangku-bangkunya yang berjejer rapi dan papaan tulisnya yang tak pernah bersih, kelas 12-2 adalah harta karun terbesar milik Minhwa.
Kelas unggulan. Kelas terdepan. Kelas terpandai. Kelas terbaik. Dan masih banyak lagi julukan kelas-kelas ter lainnya yang dilayangkan untuk melukiskan seberapa sempurnanya penghuni-penghuni kelas itu.
Mulanya, Jisung tidak mengerti fakta itu. Bersama tungkainya yang mengayun, bersama niat dan rentetan kalimatnya yang tersusun siap, dia benar-benar akan memberikan penolakan untuk tawaran sang kapten basket. Tapi Chenle mengekor di belakangnya. Dia bersender pada dinding dengan tangannya yang dilipat. Nyaris menyaingi model yang tengah menjalani pemotretannya, dia nampak keren bahkan hanya dengan pose ketidak-sengajaannya.
"Mau apa kamu ke kelas unggulan?"
Jisung yang sibuk melongok-longok bagai seorang bocah yang kehilangan jejak sang ibu pun menoleh. Alisnya menukik sedikit disusul ibu jarinya yang mengarah pada ruang di sampingnya. "12-2 kelas unggulan?" Dia balik mempertanyakan.
Chenle mengangguk. "Punya temen?" Lantas kepalanya ikut melongok penasaran.
"Shim Jehoon." Melengos, Jisung kembali memulangkan atensinya. Menelisik seluruh sudut ruangnya barangkali yang dicari tahu-tahu muncul dari bawah bangku. Menderaikan tawanya sembari memegang perutnya sebab berhasil mengelabui salah satu kawannya. "Dia kapten basket yang kemarin. Aku ke sini mau bilang kalau aku serius nolak tawarannya."
Tapi terkaannya melenceng. Tidak pada tempatnya, sasarannya tidak pas. Jehoon tidak muncul dari manapun. Sosoknya memang tidak ada di dalam kandangnya.
"Dia nggak ada. Kira-kira dia ada di kafetaria nggak ya?" Jisung berbalik. Pertanyaan yang menjelma sebagai gumaman sekaligus meluncur.
Chenle melirik dalam pose nyamannya. "Kenapa? Mau cari dia ke sana?"
Masih belum mau beranjak pergi, Jisung melongok sekali lagi. Belum terlalu puas dan terkesan haus untuk terus memastikan. Tapi sekali lagi, yang namanya Shim Jehoon memang nihil dalam ruang itu. Alih-alih si kapten basket yang ia temui, Jisung justru dibuat tersentak kecil saat netranya menangkap sosok familier lainnya.
Di bangku pojok, di barisan paling belakang, tersembunyi dari riangnya tawa yang saling sahut-menyahut, Jisung menemukan korban keteledorannya kemarin. Si gadis rambut pendek. Si gadis kasar yang mengumpatinya; keparat, sialan. Berikut dengan tatapannya yang seolah bisa mencabik-cabiknya.
Dia terduduk. Bersandar pada dinding sementara kepalanya menunduk. Agaknya tengah meratapi secarik kertas di genggamannya. Jisung tak tahu apa isinya, sepanjang apa kalimat yang mengisi lembar kertas seputih salju itu tapi benaknya terpancing. Detik pertama ketika netranya terpaku pada lembarannya, Jisung dibuat bertanya-tanya. Latihan soal kemarin, tumpukan kertas yang mana pernah dibawa Chenle untuknya, baik-baik saja keadaannya?
"Chenle." Jisung memanggil. Perihal tujuannya yang utama kini menguap pelan-pelan. Lebih tertarik menggali beberapa hal tentang si gadis galak di pojok sana.
"Apa?" Seadanya, Chenle menyahuti.
Jisung mengibas-ngibaskan tangannya. Gestur tubuh yang menandakan bahwa ia tengah memerintah sang kawan untuk lebih mendekat. Selepas berdecak kecil, Chenle memenuhi pintanya.
"Itu anak yang waktu itu ngobrol sama kamu di belakang gedung sekolah kan?"
Kepalanya menoleh. Mewanti-wanti barangkali lawan bicaranya sensitif ketika ia mengulas pasal gadis itu. Walau kata ngobrol sedikit tidak pas disematkan, melenceng untuk menggambarkan suasana yang memanas kala itu, tapi Jisung abai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shy Shy Jwi ✔️
FanficPark Jisung, 17 tahun, dideklarasikan sebagai manusia yang terlahir untuk selalu berhias luka. Mulanya, Zhong Chenle menerka bahwa Jisung sekedar remaja biasa yang kelebihan sifat pemalu. Tapi kian lama waktu bergulir, dia menemukan potongan-potonga...