22. Jelmaan Seorang Korban

142 24 6
                                    

Rata-rata, manusia itu tidak mau merugi bahkan untuk apa yang telah dia perbuat.

Kamu tidak mau belajar, tapi ketika ujianmu dibubuhi angka nol besar-besaran, kamu mengeluh. Kamu mau diajak melakukan sesuatu yang nakal, tapi ketika hukum menyongsong kelanjutan hidupmu, kamu malah menyalahkan temanmu. Singkatnya, manusia itu makhluk lucu yang hobi mencari pengalihan padahal semua yang dituai adalah apa yang dia tanam sendiri.

Kira-kira apa penyebabnya?

Tidak usah muluk-muluk. Sebagai perumpamaan, kamu iseng mengolok-olok adikmu. Kakinya kamu tarik, pipinya kamu cubit sampai melar. Sampai akhirnya, adikmu menangis. Lantas ketika bundamu datang menanyai apa yang terjadi, kamu mengelak. Tidak mau mengakui kesalahan itu adalah efek samping ketiadannya keberanian.

Pengecut. Penakut. Tidak bertanggung-jawab. Kata-kata itu adalah panah kehancuran yang pelan-pelan bisa meruntuhkan mu sebelum kamu menyadarinya. Jisung tidak menghakimi mereka-mereka yang ciut mentalnya karena sebuah kesilapan yang tidak sengaja diperbuat. Jisung tidak tertarik melemparinya ejekan yang ampuh merobek hati. Jisung hanya bisa mengunci mulut dan berlagak seolah dia tidak tahu apapun. Sebab pada dasarnya, dia pun tidak sepemberani ini untuk mengakui beberapa kesalahannya.

Manusiawi. Tapi Jisung tidak ingin terus terkurung pada sebuah surgawi yang bisa membunuhnya sendiri.

Keberanian itu menyangkut pada si kacamata— Deonghwa. Jisung pikir kasus meninggalnya adik Kim Hoseung kala itu tuntas dari sudut pandangnya. Dia sudah meminta, tanpa paksaan dia membujuk Deonghwa untuk setidaknya mengutarakan maaf kepada yang berduka cita. Tapi dia menolak. Lalu? Ya sudah, Jisung bukan siapa-siapa yang bisa mengubah hati seseorang. Ditambah lagi ketidak-terampilannya dalam berkata-kata.

Tahu-tahu, denting kecil bertamu ke ponselnya yang tengah tergeletak di samping ranselnya. Tubuhnya semampainya berbalik. Tangannya meraih sebelum alisnya terangkat sebagai gestur pertamanya.

Jisung, sebelum berangkat les, bisa ketemu di taman Ichon-dong? Aku kirim lokasinya. Maaf, tapi aku butuh pendapat tentang meninggalnya Eunseung. Kamu bisa jadi temen ngobrolku?

Keberanian. Hal itu rupanya berhasil Deonghwa temukan. Mungkin dia sampai lelah mengais pundi-pundinya atau mengalami masa berat sampai yang namanya keberanian itu akhirnya menghampiri. Ini sebuah momen yang tak pernah Jisung terka sebelumnya. Pikirnya, Deonghwa akan terus berpaku pada titik amannya tanpa punya secuil niat untuk membongkar fakta yang sempat terkubur.

Tapi sekali lagi, ini takdir dan permainan hidup. Tidak akan ada yang berhasil menebak bahkan peramal handal sekalipun.

Bersedia untuk turut berperan, Jisung membalas dengan sebuah kalimat penanda kesediaan. Sekitar 15 detik kemudian, sebuah lokasi menyusul untuk ikut menyembul di bawah gelembung pesannya. Ibu jarinya memberi sentuhan kecil. Lalu peta digitalnya tampil dengan satu titik fokus warna biru yang ada tepat di bagian tengahnya.

Di luar, langit mulai disingkirkan cahayanya akibat mendung yang bertamu. Jisung menggapai ranselnya. Dipakai di satu pundaknya sementara yang satunya menjuntai ke bawah. Langkah kakinya memburu. Dia keluar, meninggalkan huniannya untuk menemui sebuah ujung benang permasalahan yang segera ditemukan.

Jalanan agak lengang. Mungkin orang-orangnya sudah mengira cuaca apa yang sedang terjadi, atau malah lebih dulu mendengar siaran ramalan cuaca di pagi yang menyongsong. Separuh dari mereka mengantisipasi dengan mempercepat jam pulang atau sisanya yang justru lebih memilih menetap pada tempat yang tengah disinggahi sampai awan hitam pamit.

Kurang dari 100 meter ketika Jisung tiba di tujuannya, netra itu tak berhasil menangkap adanya kenormalan yang biasanya menghinggapi sebuah taman. Sepi, nyaris kosong melompong, orang-orangnya menyembunyikan diri di tempat hangat. Lampu-lampunya padam. Satu-satunya tapak kaki yang menyapa rungu adalah miliknya sendiri. Dia terus melangkah tanpa hadirnya secercah keraguan. Menghempas tubuh, singgah pada sebuah bangku taman yang mana cat hitamnya mulai mengelupas dimakan usia.

Shy Shy Jwi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang