Apa yang kamu pikirkan ketika rungu disapa oleh kata "lapangan dalam ruangan?" Ring basket dalam ruangan? Lantainya yang mengkilap? Ruangnya yang gelap? Atau apa?
Jisung nyaris lupa bagaimana caranya menutup mulut. Ketimbang lapangan dalam ruangan, yang tengah dipijaknya saat ini lebih menyerupai studio sepak bola. Langit-langitnya tinggi. Bukan polos monoton yang tak akan bisa menarik atensimu lebih lama lagi. Detailnya ada, Jisung tak tahu apa namanya tapi langit-langit itu lebih indah dari yang pernah ia terka-terka. Menunduk, kakinya bertumpu pada lantai marmer yang bersihnya bukan main. Ibarat zamrud yang memikat. Minhwa punya fasilitas yang amat jauh berbeda dari Seiyeon.
Seandainya si pemuda kelebihan kalsium itu berlabuh seorang diri atau bersama si kawan baru—Zhong Chenle—rasanya tak akan menyesakkan. Ketimbang siksaan, tempat yang tengah ia singgahi sekarang mirip hamparan indah yang hanya dipenuhi macam-macam jenis lili namun memikat hati.
Ketika bariton itu mengudara, Jisung terpaksa menoleh. Lehernya seakan mati rasa. Alot digerakkan walau cuma beberapa senti ke samping. Sebabnya karena Kim Hoseung. Manusia yang berhasil membangkitkan ketidaksukaan di garis yang terlalu awal ini.
"Nih." Tangannya yang kekar, menyembulkan urat-urat jelas dari balik kulitnya dikerahkan. Asal-asalan, dia menyerahkan sebuah alat pel untuk si partner hukumannya.
Oke, mari akui sesuatu. Mungkin hukuman ini tak separah yang pernah Jisung lakukan di dalam kamar mandi berkerak tebal sampai bulir keringatnya kejam menghujam—seandainya ditimpa hukuman yang sama pun Jisung tak akan keberatan sebab ia telah menerka seperti apa rupa kamar mandi sementara lapangan indoor semewah ini. Tapi serius, Park Jisung lebih memilih mengerjakan segala ini seorang diri ketimbang ditemani manusia tukang serobot.
"Lama." Hoseung menggeram kemudian bunyi debum kecil mengudara akibat jatuhnya pel menimpa lantai marmer yang sebentar lagi akan dipastikan digesek bersih-bersih.
Hoseung melenggang. Mulai mengacuhkan Jisung. Entahlah, mungkin dia menganggap Jisung kasat mata atau setidaknya menjadikan dia objek pajangan yang bahkan tak bisa berkedip.
Jisung membungkuk. Pel itu ia raih. Menyebar ke titik yang berbeda, Jisung pun balas mengabaikan.
Untuk beberapa saat yang melanda berikutnya, tak ada apapun yang terjadi. Kosong, hampa dan sunyi. Tak apa, yang namanya Park Jisung terbiasa dengan hal-hal itu. Seberapa lamanya pun dia diminta terjerat dalam sangkar mematikan itu, maka dipastikan dia lah yang paling lama bertahan. Keluar sebagai pemenang atas semua itu.
Tadinya Jisung sempat menerka-nerka. Si Kim Hoseung itu, mungkin tidak ya mengucapkan sepatah kata maaf perihal hari kemarin? Tapi Jisung lantas menelannya bulat. Tidak, tidak usah, tidak perlu. Dia tak membutuhkan. Dilihat-lihat, Hoseung bahkan tak punya secuil niat untuk menggemakan maafnya walau selirih cuitan burung yang baru lahir.
10 menit kemudian, sesuatu mulai terjadi. Ketika Hoseung bergerak kian ke kiri sementara Jisung ke kanan. Tak sadar, maka konsekuensinya adalah mereka bertemu pada satu titik yang tak pernah diduga. Tuk, bunyi kedua pel yang tahu-tahu saling bersinggungan ampuh membuat si penguasa sama-sama mendongak dalam satu ketukan detik yang sama.
Lantas, tatapan itu bertemu.
Tapi Jisung tak tertarik untuk berlama-lama jatuh pada lawannya. Dia melengos, beranjak menjauh. Sayangnya, kekehan kecil tiba-tiba menyambangi udara yang sempat tak terjamah akibat kesepian yang merajai.
"Hei, bocah baru." Panggilannya bahkan menyulut lebih besar api ketidaksukaan yang telah berkobar. "Kayaknya aku punya musuh baru. Jadi, seberapa hebat kamu buat jadi lawanku?"
Jisung menoleh. Untuk beberapa alasan Jisung bisa menjelma menjadi manusia suci yang sering diterpa keminderan. Tapi untuk kasus ini, ketika dia dihadapkan pada sesuatu yang tak disukainya, maka dia harus bertindak. Dunia ini bukannya mau tunduk terhadapnya. Maka, bertindaklah kalau tidak mau ditindas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shy Shy Jwi ✔️
FanficPark Jisung, 17 tahun, dideklarasikan sebagai manusia yang terlahir untuk selalu berhias luka. Mulanya, Zhong Chenle menerka bahwa Jisung sekedar remaja biasa yang kelebihan sifat pemalu. Tapi kian lama waktu bergulir, dia menemukan potongan-potonga...