•
•
•
•
Aku akhirnya bisa bernapas lega saat semua acara pernikahan kami telah selesai digelar. Mulai dari acara ijab qobul, resepsi hingga acara ngunduh mantu yang digelar selama dua hari berturut-turut. Saking banyaknya tamu undangan keluarga Satya, acara ngunduh mantu memang digelar selama dua hari berturut-turut. Bisa kalian bayangkan betapa lelahnya kami setelah acara, dan betapa leganya kami setelah itu semua selesai digelar.
Bahkan saking lelahnya kami, Satya kemarin sampai jatuh sakit. Jadi tepat pada hari kedua acara ngunduh mantu, dia mengeluh nggak enak badan. Badannya panas dan ia sempat muntah juga, tapi beruntung Satya bukan tipe yang kalau sakit rewel atau langsung nggak sanggup ngapa-ngapain, berbanding balik kalau denganku. Sebenarnya alasan dia jatuh sakit bukan karena serangkaian acara saja sih, tapi karena sebelum acara digelar Satya memang beberapa kali lembur. Dia kan itungan masih pegawai baru, jadi sebelum cuti pernikahan dia berusaha menyelesaikan tugasnya dulu. Satya dan sikap tanggung jawabnya memang perlu diacungi jempol.
Begitu semua acara selesai digelar, Satya langsung memboyongku ke rumahnya--yang kini tengah berganti menjadi rumah kami--.
Baiklah, aku akan bercerita sedikit tentang hunian rumah kami, yang kemarin Satya sebut sederhana. Benar, guys, seperti yang pria itu katakan, rumahnya memang sederhana. Tapi itu jika dibandingkan dengan rumah Mama. Iya, rumah Mama yang besar dan megah itu kalau dibandingkan dengan rumah kami jelas tidak ada apa-apanya. Kalau dibandingkan dengan rumah lain? Ya, tidak perlu kujelaskan lah kalian pasti mengerti.
Sebenarnya untuk luas tanahnya memang tidak terlalu jauh kalau dibandingkan dengan rumah Mama. Karena meski rumahnya tergolong yang agak minimalis, halaman rumah cukup luas. Bahkan kalau ingin membangun rumah lagi di halaman itu masih muat ku rasa.
Jujur, aku tidak paham dengan pikirannya saat membangun rumah ini. Maksudku, kalau mau membangun rumah yang ukuran minimalis kenapa dia harus beli tanah seluas ini? Ya, oke, dia ingin membangun garasi khusus untuk memarkirkan koleksi mobilnya--yang udah malas untuk ku hitung berapa jumlahnya itu-- tapi tetap saja menurutku ini berlebihan. Tapi ya sudah lah, ini kan rumah dia, aku hanya numpang tinggal jadi tidak bisa protes juga kan? Dah lah, aku sebagai makmum yang baik nurut aja.
"Jovita! Kemejaku yang warna mocca di mana?"
Ya, begitu tuh kebiasaan Satya tiap mau pergi. Nyari kemeja lah, dasi, sepatu, jam tangan, kaos, jaket apa segala macemnya sambil teriak-teriak. Heran, tiap kali ingin ku siapkan katanya nggak usah, katanya dia nggak mau dibilang suami manja yang apa-apa disiapin. Tapi tetap saja ujung-ujungnya ngerecokin, kan ya sama aja bohong.
Sambil berdecak kesal, aku akhirnya mematikan kompor. Kebetulan nasi gorengku sudah matang. Buru-buru aku langsung bergegas menaiki anak tangga menuju kamar.
"Ya di lemari lah, Sat, kemarin udah gue cuci dan setrika kok. Terus gue simpen di lemari," ucapku saat masuk kamar.
Satya masih mengenakan handuk yang melilit pada pinggangnya, membuatku berdecak saat melihatnya. Aku pikir dia sudah berganti pakaian dan kurang memakai kemeja, tahunya belum apa-apa.
"Awas ya, kalau sampai gue yang nyari terus langsung ketemu."
"Ya, enggak lah, emang harus langsung ketemu kalau kamu yang nyari," balasnya santai.
Aku mendengus saat mendengarnya. Tanpa berpikir panjang aku kemudian langsung bergerak maju, mendekat ke arah lemari dan mencari keberadaan kemeja yang Satya maksud. Tak lama setelahnya aku langsung menemukan kemeja itu, letaknya memang berada di paling ujung dan sedikit tertutup dengan kemeja yang lain. Namun, kalau benar-benar niat mencari kan pasti ketemu, kecuali dia yang nggak niat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Express
FanfictionPublish : 10 Maret 2021 End : 17 Januari 2022 Mulai Revisi : 14 Februari 2022 End Revisi : 10 Maret 2022 Jovita Auristella tidak terima dilangkahi sang adik yang baru lulus SMA. Ia bertekad menemukan calon suami yang siap menikahinya sesegera mungki...