42. SATYA

821 125 21
                                    

°

°

°

°

Gue tidak bisa menahan keterkejutan gue saat masuk ke dalam rumah, dan mendengar suara gaduh dari dapur. Kalau gue dengarkan dengan seksama, sepertinya itu suara Jovita dan Ibu. Terdengar seperti orang yang sedang berdebat, tapi apa yang sedang mereka mendebatkan?

"Nov, itu Kakak lo sama Ibu kenapa? Kok suaranya kayak lagi ribut?"

"Biasa lah, Bang, nostalgia. Reunian gitu," jawab Novi dengan gaya santainya. Penampilannya terlihat rapi seperti orang yang mau pergi.

"Hah?"

Gue mengerutkan dahi tidak paham.

Nostalgia?

Reunian?

Maksudnya?

Novi berdecak. "Kan sekarang Kak Jovi udah nggak tinggal di sini, Bang, itungannya udah jarang ketemu, jarang berantem. Nah, sekarang lagi pada reunian tuh, karena udah lama nggak berantem."

Astaga!

"Udah nggak usah kaget, mereka emang biasa gitu. Pura-pura nggak denger aja, Bang!" pesan Novi menasehati.

Gue melotot tidak percaya. Pura-pura nggak denger gimana kalau suara mereka sama-sama kenceng begitu?

"Daripada pusing, Bang. Udah lah, gue cabut duluan. Dah, Kakak iparku tersayang."

"Lo mau ke mana?"

"Pacaran lah. Orang punya pacar kok."

"Nggak usah pulang malem-malem!"

Kini giliran gue yang menasehati. Dan bukannya langsung mengangguk atau mengiyakan, Novi malah terbahak.

"Enggak pulang malem berarti pulang pagi ya, Bang?"

"Sembarangan! Enggak pulang malam itu artinya pulang sore, atau nggak usah pulang sekalian," ucap gue kesal.

Novi kembali terbahak. "Mirip Ayah lo kalau begitu, Bang. Kayak Bapak-bapak." Ia kemudian menepuk dahinya, "oh iya, lo kan calon bapak dari ponakan-ponakan gue, ya, Bang. Buruan di goal-in, biar gue cepet jadi Aunty. Enggak yang rich juga nggak papa, kan Bapaknya udah rich dari sononya."

Gue hanya mampu tertawa saat meresponnya dan segera menyuruhnya untuk berangkat sebelum petang.

"Kalau mau nge-goal-in di rumah kalian aja ya, Bang. Gue nggak mau kalau harus denger suara aneh-aneh di tengah malem."

Astaga, adik ipar gue. Begitu banget sih kelakuannya?

Sambil terbahak puas, Novi kemudian langsung bergegas pergi. Gue sendiri memilih untuk ke kamar sejenak untuk meletakkan jas dan tas kerja gue. Baru setelahnya gue pergi ke dapur.

"Satya pulang," ucap gue bermaksud menyapa Ibu dan Jovita.

Namun, kedua perempuan beda generasi itu hanya melirik gue sekilas adan melanjutkan adu mulutnya.

"Pokoknya Kakak tetep nggak mau minum," ucap Jovita dengan suara tegas dan tidak ingin dibantah, "dari baunya doang aja nggak enak, Bu."

Njir, gue diabaikan saudara-saudara!

"Ya, namanya jamu pasti nggak enak lah, Kak. Kamu jangan kayak anak kecil begitu, ibu nyuruh minum ini juga dengan maksud baik. Biar kamu bisa cepet hamil, dulu ibu juga minum jamu ini. Ya emang rasanya nggak enak, tapi ibu tetep minum karena pengen cepet hamil. Kamu nggak mau cepet hamil dan punya anak?" balas Ibu dengan suara tak mau kalah.

Marriage ExpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang