6. SATYA

982 116 5
                                    


°

°

°

Karena bingung hendak membawa Jovita kemana, gue akhirnya memutuskan untuk mengajaknya ke studio. Bagi gue tempat ini terbaik dalam melepas segala penat maupun stress. Meski baru saling mengenal, setidaknya dia terlihat cukup akrab dengan Jae, jadi gue rasa kalau ngajak dia ke sini enggak akan menimbulkan masalah. Ya, semoga aja.

"Apa-apaan ini?" protes Jovita dengan ekspresi kesalnya, begitu kami sampai di studio.

"Kenapa? Lo nggak suka? Nggak mau masuk?" Kali ini gue yang menunjukkan wajah datar gue, "ya terserah lo sih mau ikut masuk atau enggak. Gue nggak bakal maksa," sambung gue kemudian.

Harusnya dia beruntung gue ajak kemari, bukan gue turunin di tengah jalan. Tapi dia masih aja protes, dasar nggak tahu terima kasih.

Jovita mendesah pendek. "Ya, berhubung gue udah sampai di sini, ya nanggung kalau nggak masuk," balasnya datar.

"Emang lo pikir gue bakal bawa lo kemana?"

Enggak tahu kenapa, tiba-tiba gue terkekeh. Padahal ya, kalau dipikir-pikir nggak ada yang lucu juga.

"Pantai," jawab Jovita cepat.

Buset.

Gue kembali terkekeh. "Kebanyakan nonton drakor lo," cibir gue kemudian.

Jovita menatap gue tidak terima, lalu protes. "Apa hubungannya? Lagian gue nggak terlalu suka nonton, lebih seru baca bu..." Secara tiba-tiba ia menghentikan ucapannya, pandangannya lurus ke depan. Kayak kaget abis lihat hantu.

Mau tidak mau, gue pun mengikuti arah pandangannya. Di hadapan kami tidak ada hantu seperti yang gue sebutkan tadi, dan hanya ada Dewa. Member termuda di band kami yang memegang instrumen drum. Keduanya tampak saling memandang seolah saling kenal, tapi juga terlihat sama-sama ragu kalau saling memang mengenal. Aneh juga ini dua orang, jangan-jangan ini cewek mantannya Dewa.

"Vita?"

Akhirnya Dewa mengeluarkan suaranya terlebih dahulu. Meski suaranya terdengar seperti gumanan, tapi cukup terdengar jelas di indera pendengaran gue dan Jovita, itu pun kalau pendengarannya tidak terganggu sih, ya.

"Lo kenal?"

Gue menoleh ke arah Jovita dan menanyainya, takutnya kalau Dewa salah kira. Soalnya ekspresi Jovita terlihat kaget saat Dewa menyebutkan namanya. Ekspresinya terlihat seolah sedang bertanya 'loh, kok dia bisa tahu nama gue' kurang lebih begitu lah. Ini cewek aneh bener, padahal tadi ekspresinya emang terlihat kalau dia kayak kenal juga. Kenapa dia kaget gitu pas Dewa tahu namanya?

Bukannya menjawab, Jovita malah garuk-garuk kepala. Yang entah beneran mendadak gatel atau emang cuma buat ngalihin bingungnya. Gue juga nggak tahu karena gue bukan cenayang.

Dewa semakin mendekat ke arah kami. Kedua matanya mensensor tubuh Jovita dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mungkin sedang memastikan ini cewek beneran orang yang dikenal apa bukan.

"Iya, kamu Vita kan? Jovita Auristella?"

Anjir, kamu?

Wah, dapat gue pastikan hubungan masa lalu mereka pasti spesial nih. Oh, jadi selera si bontot begini. Nggak terlalu buruk.

Eh? Mikir apaan gue barusan?

"Kok lo tahu?" tanya Jovita ragu-ragu, "bentar, emang muka lo agak familiar sih. Tapi gue nggak yakin lo siapa?"

Waduh! Kok yang satu pake lo-gue? Pertanda apaan nih?

"Aku Dewa, Ta. Diratama Sadewa. Temen SMP kamu, dulu kita emang nggak sekelas. Tapi kita sempet agak deket gegara kamu bantuin aku bawa buku tugas anak-anak ke ruang guru, gegara kamu nggak sengaja nabrak aku."

Marriage ExpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang