59. JOVITA

772 100 41
                                    

Aku merasakan kepalaku pening sejak pagi tadi. Sepertinya hal ini disebabkan karena semalam aku tidak bisa tidur. Aku sudah berusaha memejamkan kedua mataku, namun, tetap saja aku sulit tidur. Entah karena aku sedang menginap di rumah Wendy makanya aku tidak bisa tidur. Atau bisa jadi juga karena otakku terlalu memikirkan Satya dan perempuan itu.

Demi Tuhan, Satya tidak main di belakangku kan?

"JOVITA! LO GILA?!"

Aku tersentak kaget saat tiba-tiba Wendy meneriakiku, sambil mendorong lenganku cukup keras hingga pisau yang tadi kupegang terlepas spontan. Detik berikutnya, ia langsung menarik lenganku menuju wastafel.

"Lo mau motong jari lo? Sefrustasi itu lo? Huh?!"

Motong jari?

Aku masih seperti orang bingung. Wendy langsung mengarahkan jariku menuju air keran yang mengalir. Saat itu aku baru saja tersadar dan merasakan perih.

"Akhh," ringisku kesakitan.

Ya Tuhan, apa yang sudah ku lakukan?

"Duh, nggak mau berhenti, Jov! Ini gimana? Kayaknya lukanya dalam deh, kita ke rumah sakit ya?"

Aku memandang Wendy ragu. Masa cuma luka kena pisau sampai harus dibawa ke rumah sakit? Tidakkah itu berlebihan?

"Darahnya nggak mau berhenti, Jov!"

"Ke klinik aja deh," usulku kemudian.

"Komplek perumahan gue lebih deket sama rumah sakit ketimbang klinik, Jov. Udah, kita ke rumah sakit," ucapnya final. Wendy kemudian meraih gulungan tisu dan membalut luka gue, "tisunya lo bawa aja, biar darahnya nggak kemana-mana. Gue ke atas bentar ganti baju."

"Tapi Alana?"

"Enggak papa, dia masih tidur. Ada Mbak juga, aman kok, semoga aja dia nggak rewel."

"Jae nggak pulang?"

Wendy menggeleng. "Dia nginep di rumah kalian. Nemenin Satya."

"Hah?"

Wendy mengibaskan lengannya. "Itu tisunya diganti lagi, Jov," ucapnya mengingatkan, "gue ganti baju bentaran doang. Enggak akan lama, tahan sebentar lagi."

Aku mengangguk setuju dan mempersilahkan Wendy untuk ganti baju. Sementara aku bergegas mengambil tasku. Tak lama setelahnya Wendy turun dengan pakaian yang lebih rapi.

"Yuk, langsung berangkat sekarang," ajak Wendy.

Aku mengangguk dan membuang bekas tisu yang penuh dengan noda darah ke keranjang sampah.

"Sorry, Wen, gue jadi ngerepotin lo," ringisku tidak enak.

"Halah, apaan sih lo? Kayak sama siapa aja. Udah ayo, berangkat," ajak Wendy kemudian.

Aku mengangguk setuju lalu mengekor di belakangnya. Namun, tiba-tiba Wendy menghentikan langkah kakinya dan berbalik.

"Eh, tapi, Jov, di rumah gue cuma ada satu mobil dan itu dibawa Papa-nya Alana. Kita ke rumah sakitnya motoran nggak papa kan?"

"Enggak papa, dulu juga biasanya gue motoran."

"Ya, beda itu kan dulu sebelum lo jadi Nyonya Satya. Sekarang kan lo udah jadi Nyonya Satya, kalau kemana-mana naiknya Alphard."

"Dan kayak bentar lagi bakal jadi man--"

"Mulut lo jangan sembarangan deh, Jov! Udah, nggak usah ngomong yang aneh-aneh. Buruan naik!"

Marriage ExpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang