34. SATYA

757 134 26
                                    

°

°

°

°

Acara ijab qobul sudah selesai digelar, para tamu undangan satu persatu sudah meninggalkan rumah Jovita. Hanya tersisa keluarga besar dan sebagian tetangga yang bantu-bantu beberes sisa acara. Masih mengenakan kemeja tadi, gue menggulung lengan sampai siku lalu bergegas membantu untuk beberes.

"Aduh, aduh, ini pengantin kenapa malah ikut beberes? Udah-udah, taroh itu gelas sama piringnya. Sana masuk kamar, bersih-bersih. Istirahat biar nanti malem nggak capek."

Gue menggeleng cepat saat salah satu kerabat Jovita--yang gue lupa siapanya Jovita--menegur gue. "Enggak papa, Tante, say--"

"Kalau dikasih tahu orang tua, jangan ngebantah," potong beliau.

Mendengarnya, gue jelas tidak bisa membantah. Maka dari itu, dengan segera gue meletakkan piring dan gelas itu kembali ke atas meja lalu berpamitan ke kamar Jovita.

Saat gue masuk, Jovita sudah berganti pakaian. Dia bahkan terlihat sudah selesai mandi dan segar. Ia nampak sedang mengoleskan sesuatu pada wajahnya, mungkin krim pelembab atau apa, gue juga nggak paham.

"Mau mandi sekarang?"

Gue mengangguk, mengiyakan. Rasanya sudah gerah banget badan gue.

Jovita lalu berdiri dan mengeluarkan handuk baru dari dalam lemari. "Kamar mandi di deket dapur ya, rumah gue nggak ada kamar mandi di dalam kamar."

Gue mengangguk tidak masalah sambil menerima handuk pemberiannya. Tak lupa mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya gue keluar kamar. Rumah Jovita masih cukup ramai orang berlalu lalang membereskan ini itu atau hanya sekedar mengobrol. Membuat gue akhirnya kembali masuk ke dalam kamar.

"Loh kok balik lagi? Kamar mandinya lagi dipake?"

Gue menggeleng. "Mau ambil baju sekalian. Di luar masih rame."

Jovita ber'oh'ria sambil mengangguk paham. Setelahnya ia kembali fokus pada ponselnya. Sepertinya ia sedang menerima ucapan selamat atas pernikahan kami. Setelah mendapatkan baju gue, gue langsung bergegas keluar kamar untuk mandi. Beruntung kamar mandi sedang tidak dipakai, jadi gue bisa langsung pakai dan mandi.

Alhamdulillah, seger banget gue rasanya setelah mandi. Begitu kelar, gue langsung kembali ke kamar. Gue pikir Jovita sedang sibuk dengan ponselnya, tapi ternyata dia malah ketiduran dengan posisi tangan masih memegang ponsel dan punggung yang disandarkan.

"Ssst," bisik gue sambil menepuk lengannya pelan.

"Hah? Kenapa? Lo udah selesai mandinya?"

Gue mengangguk lalu duduk di tepi ranjang. "Kecapekan lo?"

Dengan kedua mata yang masih memerah, dia mengangguk lalu menguap. Gue sampai harus mendekatkan punggung tangan gue untuk menutup mulutnya.

"Kalau menguap tuh, ditutup," tegur gue kemudian, "nggak sopan."

"Iya, lupa," balasnya ringan lalu beringsut turun dan berbaring dengan benar.

Bahkan ia mulai merapikan selimutnya agar menutupi tubuhnya hingga batas leher. Perlahan kedua matanya nyaris terpejam. Gue langsung berdecak dan menepuk pahanya pelan.

"Mau maghrib, masa mau tidur,  nggak boleh. Nanti tunggu abis maghrib sekalian. Eh, enggak, abis isya' sekalian."

"Tapi gue ngantuk, Sat!"

Gue menggeleng sambil menarik lengan Jovita. "Enggak, main hape atau ngapain gitu kek biar nggak ngantuk. Atau baca novel, lo kan suka tuh."

Jovita merengut lalu menggeleng. "Lagi nggak mood."

Marriage ExpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang