45. JOVITA

918 135 29
                                    

Secara spontan aku langsung memukul bibirku berulang kali saat mengingat apa saja yang ku ungkapkan pada Satya. Padahal selain itu aku bisa membahas soal dia dan Dewa yang katanya sedang bertengkar, lalu kenapa aku malah membahas nafkah batin? Astaga, bukankah aku jadi terkesan seperti wanita yang haus belaian?

Ya Tuhan, mau ditaruh di mana mukaku saat harus menghadapi Satya nanti? Aku tidak sanggup membayangkannya, apalagi tadi dia marahnya serem banget lagi. Ya ampun. Buru-buru ku hapus story-ku yang tadi.

Aku meringis secara spontan saat melihat gambar itu. Emang yang keterlaluan aku, ya?

Ya ampun, aku jadi merasa bersalah dengan Satya. Eh, tapi bagus juga deh, setidaknya habis ini kami bisa membahas perihal ini. Aku benar-benar capek kalau harus menunggu Satya membahas ini. Ya sudah lah, toh, semua sudah terjadi.

Tak lama setelahnya, terdengar suara pintu kamar yang diketuk. Lalu diikuti suara Marni yang memanggilku, buru-buru aku langsung meraih beberapa lembar tisu untuk mengusap bekas ingus dan air mataku, setelah penampilanku dirasa lebih baik, aku langsung membuka pintu.

"Ya, kenapa, Mar?"

"Emm... anu..., Bu, Bapak nyuruh saya nanya ke Ibu, kira-kira Ibu udah mau makan belum, kalau sudah biar langsung saya siapin."

"Lalu Bapak sendiri sudah makan?"

Gara-gara Marni memanggil kami Ibu dan Bapak, aku jadi ikut menggunakan sapaan Bapak kalau sedang memanggil Satya. Pria itu protes jelas saja, tapi aku suka juga dengan panggilan itu. Anggap saja seperti doa, ya kan? Sudah lah, tidak usah protes. Aamiin kan saja.

"Belum, tadi begitu sampai cuma minta diambilin minum habis itu naik ke kamar. Kayaknya Bapak juga belum makan, Bu."

Aku mengangguk paham. "Ya sudah, kamu siapkan makannya, saya mandi dulu. Sekarang kamu temui Bapak lalu suruh dia makan, nanti saya nyusul."

"Baik, Bu, saya langsung panggil Bapak kalau begitu. Permisi, Bu," pamit Marni.

Aku mengangguk dan kembali masuk ke dalam kamar. Bagaimana aku harus menemui Satya? Aku sebenarnya belum siap, selain karena malu, aku juga masih sedikit kesal dengan sikapnya tadi.

Tok Tok Tok

Lamunanku langsung buyar saat mendengar suara ketukan pintu. Aku menaikkan sebelah alisku heran, sebelum akhirnya membuka pintu.

"Loh, kenapa balik lagi, Mar?" tanyaku heran pada Marni yang kini tengah berdiri dengan ekspresi gelisahnya.

"Anu... itu Bapak katanya nggak mau makan."

"Maksudnya?"

"Katanya Bapak nggak nafsu makan, Bapak cuma minta nyiapin makan buat Ibu dan Ibu makan malam, begitu kata Bapak."

Aku menghela napas. Kebiasaan Satya kumat. Aku kemudian mengangguk paham tak lama setelahnya.

"Ya sudah, kamu turun dan siapkan makannya. Biar Bapak saya yang urus."

Marni mengangguk paham lalu pamit undur diri. Aku kembali mengangguk dan masuk ke dalam kamar setelah memastikan Marni menghilang dari hadapanku, aku perlu mandi dan membersihkan diri.

Tak butuh waktu lama, aku akhirnya selesai mandi dan berganti pakaian. Sambil menghela napas pendek, aku langsung bergegas menuju kamar tamu.

Tok Tok Tok

"Sat! Satya!"

Ceklek. Satya langsung membukakan pintu tak lama setelahnya. Keningnya terlihat mengkerut heran saat tahu aku yang mengetuk pintu.

Marriage ExpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang