14.SATYA

771 119 15
                                    

°

°

°

°

"Yakin lo mau nyetir sendiri? Emang kuat?"

Gue tertawa saat mendengar ucapan Mbak Mita yang terdengar khawatir dengan keadaan gue. Padahal gue sendiri merasa kalau kondisi gue baik-baik saja, ya, seenggaknya lebih baik dari kemarin lah. Soalnya semalam gue sempet bisa tidur, jadi badan gue rasanya lebih segaran ketimbang kemarin.

"Apaan sih, Mbak? Lebay!"

Mbak Mitha berdecak sambil memalingkan wajahnya ke sembarang arah. "Gue aja deh yang anterin. Lo mau pulang ke mana ini?"

"Pulang ke rumah. Tapi cuma buat mandi doang, soalnya ini gue mau ke studio, terus siangnya mau ke rumah Jae."

"Nggak bisa ya lo istirahat di rumah aja? Lo kan lagi sakit," decak Mbak Mita.

Gue terkekeh. "Sorry, Mbak, nggak bisa. Gue orang sibuk. Udah sana masuk lagi! Gue baik-baik aja elah. Ntar malah Papa nyariin lo gegara lama nganter guenya. Papa bisa curiga ntar," ucap gue lalu membuka mobil dan masuk ke dalam.

"Hati-hati nyetirnya, nggak usah ngebut, yang penting nyampe tujuan dengan selamat. Kalau ada apa-apa langsung telfon."

"Iya, bawel banget sih."

"Lo sama bandelnya kayak Papa, jadi wajib dibawelin," sahut Mbak Mita dengan wajah judesnya.

Gue terkekeh sambil memasang seat belt gue. "Jelas. Gue anak kandung Papa soalnya," canda gue kemudian.

Mbak Mita langsung mengumpat kasar. "Sialan! Maksud lo gue cuma anak pungut? Gue juga anak kandung Papa, ya."

Gue tertawa sambil menyalakan mobil gue. "Iya, iya, percaya. Biasa aja elah, sewot banget. Buruan masuk! Gue langsung cabut."

"Iya, hati-hati."

Gue hanya melambaikan sebelah tangan gue dan langsung meninggalkan area rumah sakit menuju rumah kami. Gue butuh mandi biar lebih seger.

Saat gue sampai di sana, rumah tampak sepi. Sepertinya Dewa masih sibuk bimbingan. Sedang Wira dan Brian, mungkin masih di studio. Atau entahlah. Gue tidak peduli. Yang penting gue mau mandi dan bersih-bersih.

Setelah selesai mandi, gue merasa jauh lebih segar. Gue kemudian bergegas menuju dapur untuk mencari sesuatu yang bisa gue makan. Namun, saat gue membuka pintu kulkas, isinya menyedihkan.

"Njir, mau makan apaan nih gue?"

Gue garuk-garuk kepala bingung. Pandangan gue kemudian beralih ke salah satu kabinet yang biasanya berisi stok mi instan. Anjir, otak gue mikir apaan barusan. Masa iya gue masak mi, bisa didamprat Mbak Mita gue kalau sampai ketahuan. Tapi kalau nggak ketahuan ya, nggak papa kan? Aman lah. Dan gue nggak boleh sampai ketahuan.

Oke, nggak papa.

Akhirnya gue memantapkan hati dan membuka lemari kabinet dan meraih satu bungkus mi instan kebanggaan Indonesia. Kuah sotonya... menenangkan. Iya, pokoknya yang iklannya begitu.

Dengan semangat gue langsung mengisi panci dengan air lalu menyalakan kompor. Menunggu air mendidih dan langsung merebusnya ketika air itu sudah mendidih. Setelah semua siap gue langsung menikmatinya penuh nikmat.

Masha Allah, nikmat mana lagi yang harus kudustakan.

Begitu urusan perut kelar, gue kemudian langsung mengemudikan mobilku menuju studio untuk bertemu Bang Danu untuk membahas perihal gue yang kemungkinan harus vakum sementara dari kegiatan band. Sebenarnya, Bang Danu paham dan sudah dapat menebak kalau hal ini mungkin bisa saja terjadi. Namun, lagi-lagi semua keputusan harus berdasarkan perusahaan. Baik Bang Danu atau anggota band yang lain belum bisa memutuskan.

Marriage ExpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang