Sore setelah makan bersama Marco dan Katrina, Edelina menghabiskan waktu untuk membaca majalah GQ bersama Katrina. Seperti biasa mereka akan menilai para-para pria yang menjadi topik pembahasan majalah tersebut akhir-akhir ini. Sedangkan Marco hanya berada di ruang tengah berkutat dengan laptop dan pekerjaannya.Setelah dirasa sudah cukup malam untuk Edelina berada dirumah Katrina, ia memutuskan untuk segerra kembali ke penthouse. Ia butuh mandi san istirahat. Hari ini sungguh hectic sekali.
"Terima kasih sayang sudah memberikanku acara makan yang nikmat" Ucap Edelina sembari mengecup pipi Katrina.
"Apa kau benar-benar harus pulang?. Tidak bisakah kau menginap saja disini?. Kita bisa tidur di kamarku dan Marco bisa tidur sendiri" Kata Katrina memohon.
Marco berdeham kasar sembari melayangkan tatapan tajam ke arah istrinya.
"Berhenti menjahili Marco, Kat" Pinta Edelina sambil terkekeh.
Katrina memutar bola matanya jengah. "Lupakan pria tua itu. Tolonglah Edelina, satu malam saja. Please....." Katrina memohon dengan puppy eyesnya. Jika Marco yang dihadapkan permohonan seperti itu, pria itu tidak akan bisa menolak.
Edelina menggeleng. "Sungguh aku tidak bisa Kat. Aku tidak enak dengan Jack, dia sudah menunggu sedari siang. Mungkin" Edelina sendiri tidak yakin pria itu sudah berada di rumah atau tidak. Dia hanya mencari alasan untuk menolak ajakan Katrina.
"Baiklah" Katrina mendesah pasrah. "Tapi kau harus janji, besok kau kembali kesini. Promise?"
Edelina tersenyum lebar. "Promise" Sambil mengangkat satu tangannya.
"Alright see you soon" Katrina mengantar Edelina sampai depan lift. Tak lupa mereka saling menukar kecupan dan berpelukan.
"Byeee. Love you!" Sapa terakhir Edelina sebelum pintu lift memisahkan pandangan mereka.
Edelina membuang napasnya kasar. Ia sedikit gugup malam ini untuk bertemu pria itu. Entahlah, hanya saja ia masih belum meminta maaf atas kejadian sebelumnya yang membuat pria itu sangat marah. Lebih tepatnya belum berani.
Edelina memasuki mobil uber yang sudah ia pesan. Jujur saja, tidak seperti saudaranya Jayden dan Blaze, Edelina lebih suka memakai transportasi umum dibanding menggunakan supir. Padahal kedua ayahnya selalu memaksa menggunakan supir, dengan alasan keamanan. Terkadang Edelina menolak, karena menurutnya itu berlebihan. Namun semenjak ia diculik, Edelina mulai lebih selektif dalam bertemu orang. Jika ia merasa orang itu tidak cocok atau baik dengannya, maka Edelina akan menghempaskannya jauh-jauh.
Perjalanan memakan waktu sekiranya 1 jam mengingat sekarang adalah waktu selesai bekerja. Tentu saja New York sangat padat saat ini. Hingga ia sudah sampi di lobby gedung penthouse yang Jack tinggali. Tak lupa membayar dengan tip, Edelina berterima kasih dan segera menuju ke lift.
Di dalam sebuah lift hanya ada dia seorang. Ditemani playlist yang selalu diputar di lift tersebut sampai Edelina hapal diluar kepala semua lagunya. Namun di samping semua itu, Edelina sangat gugup. Dan ia juga berpikir saatnya untuk dirinya meminta maaf pada pria itu dan berjanji untuk tidak mengorek masa lalunya.
Namun siapa yang tau jika saat pintu lift terbuka, sosok Jack langsung terpampang di hadapannya. Menampilkan pria itu dengan pakaian hitam polos yang mencetak tubuh kekar berototnya dan celana jeans yang menutupi jenjang kakinya. Pria itu juga membelalakan matanya tanpa sadar. Mereka berdua saat ini sama-sama terkejut dengan ketidaksengajaan ini.
"Hai" Ucap Edelina.
Jack reflek mengangguk. "Hai.."
Edelina tersenyum simpul. Sungguh Edelina tidak pernah seperti ini. Kenapa sekarang auranya berbeda?. Lebih intense dibanding saat pertama kali mereka bertemu. Jack berusaha memasang wajah datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
JACK'S
RomanceWARNING!! This is an explicit story Jack Michael Federico story. Edelina menggosok-gosok dada bidang Jack yang masih di balut kemeja. "Kau sangat tampan master" Bisik Edelina. Sedari tadi Jack hanya menatap datar wanita penggoda itu sambil menyesap...