25. Cold & Blue

3.7K 173 2
                                    


Suasana kantor sedikit mencekam akhir-akhir ini. Para karyawan semakin takut kepada bosnya, Jack. Memang Jack sudah terkenal oleh seluruh karyawannya dengan perawakannya yang dingin. Hanya saja sejak tadi siang tatapan Jack seakan menusuk para karyawan satu persatu. Hal itu membuat seluruh kantor sedikit sunyi dan muram. Beberapa diantaranya panas dingin karena harus mengantar beberapa dokumen dan file yang bosnya minta tadi pagi.

Tok. Tok. Tok.

"Excuse me sir. Would you mind if i come in?"

Jack menyuruh Marco membukakan wanita itu pintu.

"Ada perlu apa?" Tanya Marco.

Wanita tersebut mengangguk hormat. "Saya hanya ingin memberikan dokumen yang tadi pagi Tuan minta"

"Berikan kepadaku" Pintah Marco.

Tanpa pikir panjang lagi wanita itu segera memberikan Marco dokumen. Dan setelag di berikan isyarat untuk pergi, wanita itu lari dengan napas lega.

Marco membuka dokumen itu dan membacanya satu persatu.

"Data penurunan saham. Beberapa pelamar baru dan magang. Pemasukan. Penjualan. Setidaknya tidak ada hal yang benar-benar perlu kita urusi. Hanya masalah kecil" Ucap Marco.

Jack tidak menggubris. Tatapannya hanya fokus pada kertas meski sebenarnya yang ia pikirkan hanyalah Edelina, Edelina, dan Edelina.

Marco membuang napasnya kasar. Sialan, ruangan sahabatnya kini menjadi kacau. Marco bingun ruangan ini kacau karena Jack yang habis meluapkan emosinya, atau bekas percintaan ia dengan Edelina di pagi tadi.

"Dokter Steve. Ia mengatakan bahwa tidak ada yang terlalu fatal terjadi pada Edelina, setidaknya" Ujar Marco.

"Do not talk about her" Ucap Jack dingin.

"Edelina akan segera sadar. Dia hanya pingsan dan syok"

"Shut your mouth" Jack lagi-lagi enggan menatap wajah sahabatnya itu.

Jack hanya fokus untuk mencap satu persatu file dan dokumen. Ia membuat dirinya bekerja 3 kali lipat dari sebelumnya. Kemeja dan dasi yang tak beraturan, dan jas yang tergeletak dilantai sudah membuktikan betapa kacaunya pria ini.

"Semua salahmu" Marco mengambil kursi di sofa .

BAK.

"I SAID SHUT. YOUR. FUCKING. MOUTH" Teriak Jack menggema di dalam ruangan.

Napas Jack terengah-engah. Dadanya naik turun. Kepalanya terasa terbakar oleh emosi yang meluap-luap. Ucapan Marco sama sekali tidak membuatnya tenang.

"Terserah. Ini mulutku" Marco meluruskan kakinya dan menyilangkannya diatas meja.

Jack sudah malas berinteraksi dengan pria yang terlalu banyak bicara seperti Marco. Persetan.

Marco menyeringai. Ia menyalakan pematik api dan membakar rokoknya. Menghembuskan asapnya santai di dalam ruangan. Sambil diam-diam menilik Jack yang masih saja menyiksa dirinya sendiri alih-alih merawat Edelina yang masih terkapar di ruangan khususnya.

Marco bangun dari duduknya. Kini ia berjalan ke arah pintu di mana Edelina terbaring lemas. Kemudian ia mengambil kursi dekat dengan pinggiran ranjang.

"Halo" Sapa Marco.

"Halo sayang. Kau dimana?" Ucap Katrina.

"Di kantor. Sedang mengurusi masalah baru yang Jack buat"

"Lagi-lagi pria itu menyusahkanmu ya?" Katrina terkekeh.

"Bukan Jack namanya jika tidak menyusahkanku"

JACK'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang