"I never seen such a beautiful girl lean on this tree"
Edelina pun tersadar dari lamunannya. Entah apa yang terjadi, tapi mendengar suara itu perutnya bagaikan ditonjok ratusan kali. Edelina sangat bingung. Mendadak detak jantungya pun ikut bergemuruh. Bahkan dengan anehnya dahi Edelina berkeringat. Entah apa karena sinar matahari atau sesuatu terjadi dalam batinya.
"Apa kau tidak berniat mengalihkan pandanganmu dari awan itu, dan beralih pada orang yang sedang mengajakmu bicara"
Dengan menelan ludahnya kasar, Edelina menoleh dengan sedikit bergetar ke sumber suara tersebut. Mengumpat dalam hati, Edelina yakin ia akan menyesal apabila melihat wajah itu, Lagi.
Setelah menoleh dengan sempurna, Edelina bahkan tidak berani melihat ke atas. Hanya jenjang kedua kaki dibalut dengan jeans biru gelap. Sekilas terlihat pria itu mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna putih.
"Don't be so rude to people who wants to talk to you" Sial, hanya dengan suara itu pertahanan yang sudah Edelina buat selama ini runtuh.
Edelina mengangkat wajahnya untuk menatap wajah pria yang sedang berbicara padanya. "Mau apa kau?"
"Bernostalgia, kurasa"
Edelina melihat pria dengan rahang tegas itu sedang menatap sekeliling. Spontan ia memutarkan bola matanya jengah. Sial, apa yang terjadi pada dirinya?. Sudah hampir 1 tahun lebih ia tidak melihat wajah pria itu tampak dihadapannya. Dan kini tiba-tiba saja pria itu muncul dengan wajah yang-- lebih segar?.
"Oh ya?, ternyata kau sering kesini juga hah?" Balas Edelina acuh.
Jack menaikkan sebelah alisnya sembari menatap lurus ke depan. "Precisely"
"Hmm, i see" Edelina mengangguk. "Apa kau juga sering kesini untuk mencari wanita kampus yang akan kau tiduri?"
Jack tertawa pelan mendengar apa yang Edelina lontarkan kepadanya.
"I consider that as a yes" Ucap Edelina.
Jack mengusap rahangnya yang sekarang berbulu. "College girl is not my type"
Tidak ada balasan dari Edelina. Berusaha untuk mengacuhkan Jack supaya pria itu segera pergi sudah pasti tidak berguna. Suasana canggung semakin dirasakan oleh Edelina, namun ia sendiri tidak pasti apa yang dirasakan pria itu. Saat Edelina melirik pria itu sedikit, Jack entah kenapa sedang tersenyum mengerikan. Maksudnya bukan dalam artian sebenarnya. Hanya saja, Edelina tidak tau kalau Jack bisa tersenyum manis seperti itu dan hal itu terlihat mengerikan baginya.
"May i ask? what are your occasion to sit all day long in this place?" Ucap Jack yang kemudian pria itu ikut duduk di sebelah Edelina.
"Studying"
Jack tersenyum miring. "Kau tau? aku senang mendengar bahwa kau akhirnya memutuskan untuk kuliah. Sepertinya sesuatu telah merubah pola pikirmu" Ucapnya sembari menatap lurus ke depan.
"Tebakanmu sangat tepat dan disaat yang bersamaan hal itu menjadi sebuah ironi"
Suara kekehan terdengar. "Bahkan caramu menyindir seseorang sudah jauh lebih baik"
Edelina pun berdecak. Gadis itu menutup bukunya dan memasukkannya ke tas. Jujur saja, ada perasaan aneh saat dirinya kembali berdua bersama Jack, dan perasaan itu membuatnya sangat tidak nyaman. Bagaimana tidak, sudah hampir 1 tahun lebih ia bahkan tidak pernah melihat bagaimana tampak dan rupa pria itu. Namun tiba-tiba seseorang yang baru saja menjadi list terakhir orang yang ia akan temui menghampirinya. Sekali lagi takdir benar-benar menamparnya. Dan sebelum jiwanya ditelan sepenuhnya oleh pria itu, Edelina benar-benar harus segera pergi dari sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
JACK'S
RomanceWARNING!! This is an explicit story Jack Michael Federico story. Edelina menggosok-gosok dada bidang Jack yang masih di balut kemeja. "Kau sangat tampan master" Bisik Edelina. Sedari tadi Jack hanya menatap datar wanita penggoda itu sambil menyesap...