Waktu terus berjalan setelahnya, bulan demi bulan, hari demi hari, semua terasa sangat cepat bagi Edelina. Fenoma dimana waktu berhenti yang biasa ia rasakan saat bersama Jack, kini sudah pupus hilang. Harapan yang tersandung, gejolak kecewa yang berdetak di tiap aliran darahnya. Saat Jack mengusirnya Edelina berpikir itu hanyalah kesal sementara atau ada sesuatu yang membuat pria itu marah kepadanya, namun sudah hampir 2 bulan pria itu tidak kunjung memberikannya pesan atau kabar. Hal itu membuat Edelina kacau dan sakit hati. Dia menghabiskan waktu berhari-hari hanya tidur dan makan, sisanya mungkin menonton film dan merenungkan hidupnya akhir-akhir ini.
Dan Edelina juga menutup kehidupan sosialnya rapat-rapat. Baik teman semasa Senior atau Junior High, semua pesan mereka Lina abaikan. Bahkan pesan beruntun dari Katrina tak kunjung ia balas maupun baca. Ibu dan kedua ayahnya sudah tidak bisa berbuat apa-apa pada anaknya itu, biarkan saja Gadis itu merenung sampai masalahnya larut. Dan juga, seluruh keluarganya tidak tahu masalah apa yang membuat gadisnya itu murung selama 2 bulan terakhir ini, mereka semua mengira ada sesuatu antara Edelina dan Jack. Namun yang pasti, Edelina hanya menyimpan semuanya sendirian.
Tok. Tok. Tok.
Edelina mengerang kesal. "Tidak ada orang dikamar!" Sahutnya kencang.
Gadis itu kembali mengubur dirinya di bawah selimut dan melanjutkan kegiatan menangisnya. sambil mendengar playlist lagu sedih yang sudah ia buat sejak lama, berjaga-jaga jika ia mengalami hal menyakitkan dalam hidupnya. Well, Edelina Knight selalu merasa bahagia sebelumnya.
Dan suara knop pintu diputar terdengar oleh Edelina dan membuat gadis itu langsung mengusap seluruh air matanya yang membasahi pipinya yang merah merona. Menangis memang bukanlah bakat alami Edelina, dan pastinya hal itu membuatnya malu jika seseorang melihatnya menangis. Dan..
"Lina, are you okay? Mommy tried to call you, but you did not answer any" Elli mengucap sembari menutup pintu kamar Edelina.
"Please.. Leave me alone mom" Ucap Edelina dengan suara serak basah yang terdengar jelas.
Wajah Elli terlihat sedikit terkejut mendengar suara Edelina yang tidak seperti biasanya. "Oh my god what happen?, were you crying?, are you crying?" Elli menghampiri tubuh yang saat ini sengaja ditutupi selimut oleh sang empunya.
Well, Edelina sedikit tersanjung dengan kepedulian dan kepekaan ibunya terhadap perasaannya. Karena dibandingkan dengan yang lain, ibunya satu-satunya orang yang khawatir dengan keadaannya. Bahkan kedua saudaranya yang brengsek itu hanya senang menertawakan kesedihannya diam-diam. Memang brengsek.
Edelina merasakan lembutnya helusan sang ibu yang mencoba menenangkannya. Tak mau menahan dirinya lagi, Edelina langsung menyingkap selimut ke samping dan memeluk erat ibunya sambil terisak menangis.
"Oh dear...." Lirih Elli sembari mengusap punggung putrinya.
"I'm Sorry... " Ucap Edelina sembari terisak.
"It's okay it's okay darling. It's gonna be okay. Everything is just going to be fine" Ucap Elli berusaha menenangkan kembali putrinya.
Setelah beberapa saat mereka berpelukan, akhirnya Edelina berhenti terisak dan hanya diam menatap kosong ke arah lantai sembari memeluk perut ibunya.
"Kau tau sayang?, sejak kecil kau sangat jarang sekali menangis ataui bersedih. Mungkin kau akan benar-benar menangis ketika Jayden melakukan sesuatu yang parah seperti mendorongmu ke kolam" Elli sejenak tertawa pelan kala meningat bagaimana dulu kedua anaknya sangat suka saling menjahili satu sama lain. "Dulu kau hanyalah seorang putri kecil yang hanya tau bahagia. Kau memiliki segalanya. Keluarga, Teman, dan Uang. Tetapi kau tetaplah Edelina, seorang putri knight yang baik hati terhadap siapapun"
KAMU SEDANG MEMBACA
JACK'S
Lãng mạnWARNING!! This is an explicit story Jack Michael Federico story. Edelina menggosok-gosok dada bidang Jack yang masih di balut kemeja. "Kau sangat tampan master" Bisik Edelina. Sedari tadi Jack hanya menatap datar wanita penggoda itu sambil menyesap...