Setelah perjalanan yang cukup panjang di mobil, kedua insan yang sedang membara panas itu akhirnya sampai pada tujuan. Berciuman sampai saat keluar mobil dan masuk pada lobby penthouse, kedunya bahkan tak peduli jika mereka sedang menjadi bahan tontonan bagi orang-orang sekitar serta pegawai.Mereka berdua haus. Bukan air untuk minum. Mereka berdua haus akan kebutuhan biologis mereka. Mengeluarkan semua uap-uap gairah yang menyeruak dari tubuh mereka.
Jack melumat habis bibir lembut Edelina tanpa ampun sama sekali. Pria itu bahkan tidak membiarkan Edelina bermain dengan bibirnya sendiri.
Wajah gelap dan mata tajam seolah menyiratkan kepada Edelina untuk pasrah dihadapan sang pemilik. Api gairah yang terlihat jelas di kedua bola mata Jack sudah membutikan dengan jelas.
Namun Edelina tidak juga mau mengalah. Gadis itu membalikan tubuh Jack, sehingga Edelina kini menduduki perut Jack dan mengelus dada bidang pria itu sembari melakukan ciuman ganas mereka.
Keduanya bahkan tak sadar bahwa mereka masih berada di lantai penthouse.
Ciuman demi ciuman, erangan demi erangan, sentuhan demi sentuhan.
Desah nikmat keluar dari mulur Edelina kala Jack memainkan kedua putingnya bersamaan. Kini pria itu kembali mengambil posisi pengendelai. Jack tidak mau jika bukan dia yang mengontrol segala situasi. Persetan dengan julukan gila kontrol, karena Jack memang terlahir seperti itu.
"Ouuh Jack!" Desah Edelina.
Pria itu mencubit puting Edelina sembari melumatnya berkali-kali. Meremas dada Edelina. Lalu memberikan ciuman di bibir sekali lagi.
"Semua sudah berakhir sayang" Suara serak basah Jack. "Tidak ada alasan lagi untuk kita tidak bahagia bersama" Ucap pria itu di depan wajah Edelina.
Edelina hanya termenung tak membalas ucapan pria itu. Bola matanya yang hanya menatap kosong ke arah Jack. Pria itu terkekeh lalu kembali mencium gadisnya itu.
Kini Jack benar-benar melepas semua kain yang tadinya melekat pada tubuh Edelina. Dirinya selalu dibuat kagum akan lekukan indah nan apa adanya itu. Tubub mungil dan segar itu selalu membuatnya kelaparan dan hilang akal. Maka dari itu tidak pernah Jack seliar ini selain bersama Edelina.
"Have your way with me Jack" Pinta Edelina memohon.
Jack menggeram rendah, kemudian kembali melumat singkat bibir ranum itu. "You won't regret this my love"
Suhu ruangan ber-AC yang semula dingin kini menjadi hangat. Kilatan gairah yang terpancar dari kedua bola mata mereka. Kedua tangan yang saling mengeksplorasi tubuh. Ciuman demi ciuman yang penuh dengan lumatan.
Kini Jack melepaskan pangutan bibirnya. Pria itu turun dari ranjang dan berdiri sembari membuka kancing kemejanya satu persatu. Wajah Edelina yang datar menatap intens apa yang ada di depannya. Tubuh dengan kulit perunggu dan berotot indah yang berkeringat seksi itu mampu membuat tenggorokannya terasa kering.
Edelina menelan ludahnya kasar kala Jack melepaskan kemejanya dan hanya menyisakan jeans yang masih terpasang dengan ikat pinggang.
"Come here" Ucap Jack sembari memberikan isyarat dengan gerakan jari telunjuknya.
Edelina tersenyum kecil. Lalu kemudian gadis itu berjalan merangkak menghampiri Jack. Perasaan penasaran sekaligus deg-degan membuncah di dadanya. Kini Edelina dengan kedua lututnya, tatapannya ke atas menuju langsung ke bola mata pria itu.
"Bukalah" Ucap Jack serak dan rendah.
Edelina kini mengalihkan tatapannya ke benda yang terbungkus oleh celana jeans itu. Pusaka milik seorang Jack yang sangat gagah. Bagian tubuh Jack yang paling ia sukai setelah lengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JACK'S
RomanceWARNING!! This is an explicit story Jack Michael Federico story. Edelina menggosok-gosok dada bidang Jack yang masih di balut kemeja. "Kau sangat tampan master" Bisik Edelina. Sedari tadi Jack hanya menatap datar wanita penggoda itu sambil menyesap...