Sepulang membicarakan kontrak dengan pihak Amarine cake shop, James mendapati tingkah Edgar yang berbeda. James merasa Edgar menjadi aneh dan diam begitu lama, bahkan Edgar yang tak suka makanan manis sanggup menghabiskan setengah dari dessert box miliknya. Bukan setahun atau dua tahun ia mengenal Edgar, James mengenal pria itu semenjak mereka usia delapan tahun.
Banyak sekali gadis atau wanita yang berusaha mendekati dan berniat menggoda Edgar tapi tak satupun Edgar pedulikan. Mungkin hanya perasaan James, tapi Edgar terlihat seperti tertarik pada Amarine.
"Ed."
"Hmm."
"Bagaimana menurutmu?"
"Dia cantik."
James menghentikan langkahnya. Bukan itu maksud pertanyaan James, pria itu berniat menanyakan bisnis mereka tapi Edgar malah... James menyeringai. Pria itu kembali melangkah mensejajarkan posisi mereka.
"Ed, aku bertanya mengenai bisnis kalian. Bukan menanyakan Lady Amarine." James memasang senyum jahilnya. "Atau jangan-jangan kau.."
Wajah Edgar memerah. "Aku tidak berbohong. Aku hanya mengatakan dalam perspektif seorang pria."
"Jangan membela diri, aku tahu kau tertarik dengannya." Sahut James. "Tak apa, aku mendukungmu. Lady Amarine belum memiliki tunangan loh."
Edgar berdeham, ia berusaha menyembunyikan semburat merah pada wajahnya. "Aku akan kembali ke penginapan."
James berdecak. "Pria itu kaku sekali."
***
Penjualan kue di tokonya semakin meningkat, di depan tokonya terdapat dua kereta barang. Marco dan Lucard menggunakan sihir, melayangkan tumpukan-tumpukan kotak kayu yang berisikan berbagai macam permen dan kukis kering yang akan dikirim ke wilayah Enix. Lucard ikut merasa puas, permen-permen yang mereka hasilkan mencapai keuntungan hampir sebanyak seratus koin emas setiap harinya.
Melihat keuntungan pada tokonya yang meningkat, Amarine pun menaikan gaji seluruh para pegawainya. Yang semula menjadi 25 keping perak menjadi 50 keping perak. Marco sebagai pengelana yang selalu berhemat tentu merasa senang, 50 keping perak bukanlah uang yang sedikit. Bahkan dengan gaji sebesar itu, ia bisa menabung untuk membeli rumah kecil.
Hampir seminggu semenjak menu dessert box keluar. Sayangnya, peminat dessert box hanyalah kalangan bangsawan. Para rakyat kecil merasa harga dessert box begitu mahal dan mereka tak bisa menjangkaunya, terutama wadahnya yang terbuat dari kaca. Amarine memahaminya. Mungkin ia akan membuat menu baru lainnya. Makanan yang mudah dan murah.
Amarine terdiam didepan meja pantry, ia berpikir makanan apa yang sekiranya cocok untuk kaum bangsawan dan rakyat. Enak dan murah. Oh, benar. Wagashi.
Astaga, ia harusnya menjual wagashi sejak dulu.
Lucard pergi menuju pantry, ia merasa haus setelah seharian berlalu lalang mengurus pelanggan. Ia meminta Marco, Jack dan Marie untuk fokus pada wilayah toko. Melihat Amarine yang tersenyum tidak jelas membuatnya mengerutkan kening.
"Kenapa kau tersenyum sendiri?"
"Ah, aku terpikirkan untuk membuat wagashi."
Lucard merasa asing dengan nama makanan yang disebutkan oleh Amarine. Kenyataannya memang begitu, segala nama makanan yang disebutkan oleh gadis itu tak hanya asing ditelinganya melainkan asing ditelinga orang-orang.
"Apa itu wagashi?"
Wagashi adalah istilah bahasa Jepang untuk kue dan permen tradisional Jepang. Istilah wagashi digunakan untuk membedakan kue tradisional Jepang dengan kue dan permen dari Barat yang diperkenalkan orang Eropa ke Jepang sejak zaman Meiji. Kue dari Tiongkok yang diperkenalkan duta kaisar ke Dinasti Tang, dan kue yang disebut Namban-gashi yang diperkenalkan misionaris dari Eropa juga digolongkan ke dalam Wagashi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patisserie Lady ✓
FantasyTELAH DITERBITKAN Amarine, wanita karir yang bangkit dari kematiannya dan hidup kembali sebagai tokoh figuran di salah satu novel yang sempat ia baca. Terjebak dalam perang urat tokoh perempuan antagonis dan protagonis, membuat hari-hari Amarine men...