"Astaga."
Amarine membelalakkan matanya, tak percaya dengan pantulan cermin yang berada dihadapannya. Rambut pirang emas dan netra hijau lime. Seingatnya, ia masih Amarine yang memiliki surai hitam pekat dan netra coklat. Jelas, ini bukan tubuhnya! Lalu, siapa orang yang kurang ajar berani menyentuh tubuhnya dan membuatnya seperti--
Cantik!
Gila! Wanita ini sungguh cantik. Kulit putihnya seputih susu, terasa lembut dan halus. Lalu, rona kemerahan pada pipinya...
Tunggu... Tunggu!
Bukan saatnya ia terpesona dengan pantulan dirinya. Tapi, apa yang terjadi? Terakhir kali ia masih ingat jika dirinya masih berada di dalam kamar dan tidur setelah membaca buku.
Dan sekarang, dimana ia?
Amarine mengedarkan pandangannya pada ruangan yang ia tempati. Ruang kamar bergaya klasik dengan ranjang yang memiliki empat tiang di setiap sisinya, aroma lavender memenuhi indera penciumannya dan membuatnya tenang, lalu lemari besar yang terbuat dari kayu jati yang kokoh, berisikan gaun-gaun pada era Victoria.
Amarine mengernyit, kepalanya tiba-tiba menjadi pusing. Apakah ia terbangun di lokasi syuting? Tapi, dimana ini? Apa ada seseorang yang menculiknya saat tidur lalu menjualnya?
Amarine tak bisa berpikir jernih. Wanita itu menoleh pada pintu, ia harus pergi dari sini. Amarine melangkah menuju pintu hendak membukanya. Namun, pintu terlebih dahulu terbuka menampilkan sosok gadis muda berpakaian pelayan yang menatapnya penuh haru.
Tak lama gadis itu memandangnya dengan mata bergetar, berkaca-kaca. Oh, mengapa ia menangis?
"Lady, Anda sudah bangun." Gadis dihadapannya tiba-tiba tersenyum seraya menghapus bulir air mata. "Sebentar akan saya panggilkan Count Bourell."
"Eh, tunggu!"
Gadis itu lebih dulu menghilang dari pandangannya, meninggalkan dirinya dengan berbagai macam pertanyaan.
***
Seorang dokter baru saja selesai memeriksa seluruh tubuhnya. Pria tua berpakaian warna putih nampak formal itu tersenyum hangat padanya. "Sepertinya tubuh Anda sudah membaik. Saya ikut senang, Lady. Dewa memberi keajaibannya kepada Anda."
Dokter itu kini beralih menatap pria paruh baya lainnya yang menatap cemas ke arah Amarine. "Lady Bourell sudah sembuh dari sakitnya." Jelasnya lagi.
Pria yang disebut sebagai Count Bourell menatap Amarine penuh haru, ia buru-buru mendudukkan dirinya dipinggir ranjang dan menggenggam tangan Amarine. "Terima kasih, Nak. Kau sudah berjuang dari sakitmu selama ini." Katanya penuh haru.
Amarine terpengkur ditempatnya tak berani menyuarakan suaranya. Ia memilih untuk mengamati. Sepeninggal dokter dan pria yang mengaku sebagai ayahnya, Amarine sekali lagi memandang seluruh isi kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patisserie Lady ✓
FantasyTELAH DITERBITKAN Amarine, wanita karir yang bangkit dari kematiannya dan hidup kembali sebagai tokoh figuran di salah satu novel yang sempat ia baca. Terjebak dalam perang urat tokoh perempuan antagonis dan protagonis, membuat hari-hari Amarine men...