18

1 0 0
                                    

"aku mohon bertahanlah untukku"






"?!"

Itu Aneska, bajunya penuh dengan noda merah. Di kerumuni oleh siswa-siswa seangkatan. Mereka melakukan perundungan itu lagi. Mereka jahat. 

Mengepalkan tanganku. Aku harus menolongnya.

"Aneska penyebab kematian Sandra"

Deg! 

Haruskah aku percaya perkataan itu, bahkan tanpa bukti apapun. Berusaha melangkah tapi rasanya sangat berat. Terlalu berat. 

"Kau ga akan percaya, tapi itu yang terjadi"

Tapi tetap saja perundungan perbuatan yang salah. Benar? Jika hanya diam saja, apa bedanya aku dengan mereka. 

Aku tak bisa menolongnya tapi guru pasti bisa berbuat sesuatu. Menoleh mencari keberadaan guru, tapi tak satupun guru terlihat di lapangan itu. 

Suasana semakin kacau. Bangku-bangku yang di siapkan untuk acara berserakan. Dan Aneska, kenapa dia diam saja?

Aku berlari masuk kedalam gedung sekolah. Berlarian sepanjang koridor mencari keberadaan guru. Tak ada. 

Kembali lari kearah gedung dua tempat ruangan kantor guru. Naik ke lantai dua menggunakan tangga darurat, Lift sedang digunakan. Kembali berlarian ke arah ruang kantor guru.

Tapi.. Mereka sedang rapat?

"Leo? Ada apa?" tanya Pak Amir menghampiriku. 

Aku berlari kearah jendela yang di tutup tirai, membukanya. Memperlihatkan pada mereka apa yang sedang terjadi di bawah. 

"Aneska?!"

Pak Amir langsung berlari keluar ruangan kantor di ikuti beberapa guru. Termasuk aku. 

"MINGGIR SEMUA!!" teriak Pak Amir, mengejutkan semua siswa yang ada disana. "Kalian sudah lulus tapi masih berulah! Seharusnya kalian kembali ke taman kanak-kanak untuk belajar etika!!" 

Semua siswa diam tak berkutik. 

"Lihat! Kalian juga buat semua berantakan!"

Mereka semua menunduk ketakutan 

"Sudah-sudah.." sahut Pak Herman meredamkan keadaan selaku guru BK. "kalian semua angkat bangku-bangku yang berjatuhan juga susun rapi kembali seperti semua" 

"Aneska.. Kamu gapapa?" tanya Pak Amir,

Aneska mengangguk sambil tersenyum. 

Kenapa dia masih tersenyum? Aku tahu bertapa menakutkannya berada di posisinya tadi ditindas oleh banyak orang dan tak satu pun yang melindunginya

Tangannya berdarah, 

Aku berbalik, Pak Amir akan membantu mengurus lukanya.

"Aneska ayo berdiri"

Suara itu? Suara devano. 

Aku berbalik dan melihat Aneska sudah berada dalam rangkulan Devano. Mereka berjalan kearah ruang UKS. 

Aku ingin menyusul mereka, tapi rasa bersalah juga terbesit di benakku. Apakah seharusnya tadi aku menolongnya dari kerumunan dan membawanya pergi?

Entah mengapa tiba-tiba saja kaki ku melangkah mengikuti mereka dari belakang. Aku tak tahu tapi..

Membuntuti mereka hingga sampai UKS. Tak ikut masuk, hanya mengintip dari luar. 

"Naik ke matras dulu" ujar Devano membantu Aneska naik ke atas matras 

Hiraeth [on Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang