22

2 0 0
                                    


Hujan semakin deras. Aku akan basah jika bersikeras melanjutkan perjalanan, sekalipun dengan payung. 

Kulihat ada kedai masih terbuka di ujung jalan. Dengan langkah cepat tapi tidak berlari, aku berjalan menuju kedai kopi. Tak banyak pengunjung hanya beberapa orang tua yang sudah berumur senja, tengah sibuk menikmati kopi hangatnya.

Menutup payung, menggantungnya pada gantungan paku disamping pintu masuk.

"Bu, tolong teh hangat satu" pesanku. Mengambil tempat di dekat jendela kaca. Dengan sengaja mengambil tempat sepi. 

Meletakkan tote bag berisi buku-buku diatas meja kayu. Suara hujan mendominasi di iringi sesekali suara tawa dari pengunjung paruh baya. Tenang, cocok untuk waktu membaca buku. 

Tok tok

Suara ketukan dari meja kayu, membuatku mengadah. Mendapati pria paruh baya sepertinya salah satu dari kumpulan pria paruh baya tadi. Membawa dua cangkir berwarna putih. Aku menoleh dan melihat teman-temannya masih sibuk tertawa dengan candaan yang tak kutahu. 

Tak!

"Ini pesananmu kan?" meletakkan secangkir diatas meja di samping tote bag. 

Aku menggangguk kemudian melanjutkan membaca, kupikir dia mungkin hanya salah satu pelaya—

Sreek...

Aku kembali mengadah kedepan, mendapati ia yang sudah duduk menatap kearah luar jendela sambil menikmati secangkir minuman miliknya.

Oh ayolah.. Aku ingin sendiri, tapi tak mungkin mengusirnya atau pun pergi. Karena itu tidak sopan. 

"Di sana" tunjuknya. Pada trotoar jalan yang di samping tepat sungai hanya dibatasi pagar besi anti karat. "Dia tidak pernah datang lagi semenjak pemuda itu tidak membutuhkannya lagi" sambungnya. 

'tidak membutuhkannya lagi' ? Mengerutkan keningku, apa maksudnya itu? Jangan bilang dia sedang melantur atau... malah mau menceritakan tentang misteri horor sungai itu. 

"Dan pemuda satunya lagi menjemputnya untuk pulang" ujarnya 

Sepertinya dia memang sedang melantur tak jelas

Aku melanjutkan membaca buku. Membuka halaman kedua.

"Hidup ini pilihan. Menjadi pemuda yang pertama, bersembunyi di balik rumor tanpa dasar atau menjadi pemuda kedua, yang maju untuk mencari kebenaran" ujarnya menarik perhatianku. Tetapi aku tetap kukuh memandang kearah tulisan buku yang tak bisa kubaca dengan serius. "Apapun yang pilihanmu dan yang terjadi nanti... "


Tak!

"Jangan menyesali apapun itu"

***

Salah seorang pelayan yang terlihat sudah berumur sedang memeras handuk kecil dalam wadah kecil air dan juga beberapa kotak es didalamnya. Kemudian meletakkan handuk kecil itu di kening gadis berkulit pucat yang masih tertidur anggun diatas kasurnya. 

Wajah yang sangat pucat, dan suhu badannya naik membuat siapapun yang melihatnya akan khawatir.

Dua pelayan wanita yang berdiri disamping pintu hanya bisa berharap gadis itu bisa sembuh kembali.

Cklek

Aneska masih belum juga sadar. Pria paruh baya yang biasa disebutnya ayah itu oleh Aneska, hanya bisa pasrah dan berharap putrinya bisa bangkit kembali seperti dua tahun yang lalu. Di mana tuhan berbaik hati memberikan putrinya itu kesempatan untuk hidup. 

Hiraeth [on Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang