23

1 0 0
                                    


"Kami ingin tahu, apa benar mendiang Sandra.. Meninggal karena kecelakaan?"

"Benar" jawab Dokter dengan yakin. "Tapi itu tidak sepenuhnya" sambungnya 

Kami bertiga langsung memandang satu sama lain. Apa artinya itu?

"Mendiang Sandra juga meninggal akibat serangan jantungnya"

Kami kompak terkejut 

Dokter menghela nafas, tangannya terkepal satu sama lain di letakkan di atas meja yang tertata rapi. "Yah.. Bisa dikatakan itu penyakit rentan untuk usia tua. Tapi mengingat cara hidup pemuda sekarang seperti kalian, penyakit semacam itu bukan hal mustahil untuk terjadi. Meski presentasenya mungkin masih sangat rendah"

"..." 

"Coba lihat" dokter memperlihatkan satu lebar putih dengan cetakan tulisan hasil printer dari dalam odner rekam medis. "Berdasarkan data kepolisian, kecelakaan terjadi pukul 17:56. Waktu wafat terjadi pukul 18:39. Butuh waktu 30 menit untuk sampai dirumah sakit, dan kami punya waktu 13 menit untuk menangani pasien. Pasien masih hidup sampai dirumah sakit"

Kembali mengeluarkan selembar kertas. Kemudian membalikkannya mengarah kekami. 


Tak tak!


Jari telunjuknya mengetuk-getuk pelan selembar kertas hingga menembus meja, menghasilkan suara ketukan kecil. 

"Mendiang Sandra punya penyakit turunan" 

Chelsea dangan cepat mengambil kertas tersebut. Membacanya dengan teliti. Matanya membulat besar. Masih tak percaya apa yang terjadi didepannya. Hingga matanya mulai berair.



Sreekk 



Aku berdiri lalu keluar dari ruangan tersebut. Mengenggam erat kunci mobil. Berlari menuju parkiran. 

Pada Akhirnya aku tau, aku tau apa yang sebenarnya terjadi. Memutuskan laporan kepolisian, menyembunyikan penyakit turunan dan menuduh orang lain sebagai penyebab kematian. 

📞: "Halo?"

"Tunggu gua di taman. Tiga jam lagi gua sampai"


Dengan cepat melajukan mobilku keluar dari area parkiran rumah sakit. 

Tapi.. Apakah ini benar sudah berakhir? 






°°°Hiraeth°°°






Sudah pukul 5 sore. Langit sore kekuningan menghiasi sepanjang langit. Matahari yang sudah berada diarah barat, perlahan mulai menjatuhkan dirinya hendak tenggelam menuju garis cakrawala.

Sepasang–bukan, dua orang sedang duduk diatas rumput hijau satunya adalah seorang gadis tengah duduk, salah satu tangannya memegangi batu nisan makam sahabatnya. Dan satunya lagi seorang pemuda temgah sibuk memandangi matahari senja. 

"Sandra, apa kabar? Maaf" gumam gadis itu, sesekali mengelus lembut nisan sahabatnya 

Entah sudah keberapa kali ia mengucapkannya. Pemuda yang sejak tadi mendengar diam. Ia menekuk lututnya lalu diikatnya dengan lengat melingkari kedua tekuk lututnya. Membelakangi gadis itu. Mengulum bibirnya dalam-dalam. 

"Maaf," 

Aneska berdiri, mengeluarkan tongkat lipat dari saku jaketnya. 

Devano yang merasakan pergerakan Aneska segera berdiri. Menyusul Aneska yang sudah berjalan beberapa langkah didepannya. Hendak ingin menggenggam tangan kiri Aneska. Tapi.. Ia mengepalkan kembali tangannya. 

Hiraeth [on Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang