Sean baru saja menginjakan kakinya ke pelataran kosan tapi matanya tak sengaja menangkap bayangan dua lelaki yang kini tengah sibuk merokok sembari memainkan ponselnya di bawah pohon rambutan yang entah sejak kapan sudah di gelari tikar.
"Assalamualaikum" sapanya mendekat.
"Walaikumsalam" abin dan theo menyahut bersamaan.
Kemudian tanpa di minta, theo segera mematikan rokoknya sedangkan abin nampak tak peduli. Laki-laki itu kembali sibuk mengetik di ponselnya dan tak menghiraukan sean yang kini sudah duduk disamping theo.
"Ngapain malem-malem disini?"
"Nyantai aja sih bang, di dalem berisik. Lagi pada debat" jawab theo jujur.
Memang di dalam kosan tampak ribut akibat jeritan anak-anak cewek kosan yang sibuk berdebat, entah apa yang diributkan, theo tampak tidak peduli. Toh nanti pasti akan berhenti dengan sendirinya kalau sudah lelah.
Sean mengernyit bingung, tapi saat mendengar teriakan cempreng melisa yang menggelegar diikuti suara tawa senja, ia langsung paham. Ia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku kemudian mengetikan pesan pada mamanya. Mengatakan kalau malam ini ia tidak jadi pulang kerumah.
Laki-laki itu ingin menghabiskan waktu di kosan. Berlebihan memang seperti ia akan pergi saja. Tapi entah kenapa perasaannya menahannya untuk tetap berada di kosan ini, dibandingkan mengikuti acara makan malam keluarga. Ia ingin membuat kenangan yang akan sangat sulit di lupakan kelak.
"Hallo guys" itu suara yanu yang tiba-tiba muncul dari arah kosan. Wajah laki-laki itu sedikit sembab, meskipun tak terlihat karena cahaya remang-remang di bawah pohon rambutan.
"Lama banget sih," kesal abin. Laki-laki itu sedari tadi menyuruh yanu keluar. "Mana headshet gue?" Tangannya terulur yang di balasan decakan sebal oleh yanu.
Meski begitu, perlahan yanu mulai mengulurkan headshet milik abin. Laki-laki itu kemudian ikut mendudukan diri di depan abin sembari merengkuh kedua lututnya dalam.
"Lo nangis yan?" Pertanyaan itu lebih pelan, theo yang berucap demikian.
Tadi sore sewaktu ia memasuki kamarnya yang otomatis melewati kamar yanu, tak sengaja telinganya mendengar suara isakan pelan dari dalam kamar yanu. Awalnya theo ingin mengetuk pintu, tapi ia merasa mungkin yanu sedang memiliki masalah yang tidak seharusnya theo tahu. Maka dari itu ia memilih untuk berlalu.
Sean dan abin kompak melihat kearah yanu. Yanu hanya menunduk tak ingin mendongak juga menatap sosok ketiga laki-laki di hadapannya.
Tanpa sadar sean meringis kala ia menyalakan senter ponsel dan mengarahkannya pada yanu. Memastikan laki-laki itu baik-baik saja. "Lo ada masalah?" Suaranya terdengar perhatian.
Abin menepuk bahu yanu perlahan. "Yan, cowok gak boleh nangis," katanya yang kemudian berhasil mendapatkan cubitan dari theo.
Tidak ada sahutan dari siapapun hingga tiga menit lamanya. Seketika yanu mendongak, tanpa di minta matanya kini dapat menangkap sosok jefri yang barusaja keluar dari dalam kosan dengan rambut acak-acakan.
"Gila, melisa ngamuk. Gue jadi korban" keluhnya kemudian turut mendudukan diri.
Abin tertawa pelan. "Makanya kalo mereka debat lo gak usah ikut campur"
"Gue gak ikut campur bin, gue cuma lewat. Tiba-tiba di jambak melisa" ujarnya lebih terang.
"Ya lo gak seharusnya lewat depan mereka jef" theo ikut menyahuti membuat sean dan yanu menahan senyumannya.
Jefri berdecak, kemudian tangannya mengulurkan satu piring kue buatan jeane kearah mereka. "Cobain, enak banget"
"Karena yang bikin jeane, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan NYAI
عاطفيةKosan nyai, bukan kosan pada umumnya yang digunakan untuk sekedar singgah ketika lelah, namun sebuah rumah yang dibangun dan di peruntukan sebagai tempat pulang, tempat mengadu serta tempat berbagi suka maupun duka. ...