-Kisah Rasa Yang Salah-

1.4K 231 95
                                    


"Gue bilang apa kemarin? Jangan bikin resha sakit, jef" ujar jeane pelan. "Sekarang lo tau kan akibatnya" imbuhnya sembari memeras kain yang ia gunakan untuk mengompres dahi jefri.

Jefri ditempat tidurnya hanya terdiam. Membiarkan suara lembut jeane terus mengalun disertai beberapa perhatian wanita ini. Ia tak ingin menyudahi perhatian jeane ini dengan berkata atau apalah yang bersifat membela dirinya sendiri.

"Kalo enggak karena semalem gue udah tidur, mungkin gue juga ikutan mukulin lo" lanjutnya. Berharap laki-laki yang setia memejamkan matanya itu segera membuka mulut untuk berbicara.

"Lo harusnya mikirin resha juga, dia perempuan lho. Kalo sesuatu terjadi sama dia kita juga jef yang bakal disalahin"

Tangan jeane dengan cekatan membantu jefri untuk duduk diranjang saat dirasa laki-laki itu hendak bangun.

"Mbak, gue punya alesan kenapa ninggalin resha"  setelah sekian lama ia hanya terdiam akhirnya kini ia menyuarakan pembelaannya.

Wajah jeane terlihat sendu, "kenapa?"

Jefri tak langsung membalas. Ia malah beralih menggenggam jemari jeane yang bergerak berulang kali untuk mengompres dahinya.

Untuk kali ini jeane tak menolak. Membiarkan tangannya di genggam erat oleh laki-laki yang salah. Ah tidak. Saat tersadar tidak bisa, ia kembali menarik tangannya disertai dengan senyuman palsu.

"Gue ada keperluan mendadak, mbak" katanya tanpa memprotes jeane yang enggan untuk digenggamnya.

"Semendadak itu? Tapi kenapa lo gak nyuruh orang buat jemput resha?"

"Udah mbak. Gue udah nyuruh abin buat jemput resha. Tapi demi tuhan gue gak tau kalo abin gak jemput resha"

Jeane menghela nafas pelan. Ini yang dibingungkan wanita itu, tadi pagi sewaktu dikosan ribut masalah jefri juga resha, abin sempat menjelaskan kalau laki-laki itu bahkan tak menerima telepon maupun pesan dari jefri untuk menjemput resha.

"Lo lagi gak bohongkan, jef?" Selidiknya.

Matanya menatap lurus kearah mata jefri yang kini tengah menatapnya. Seolah lewat tatapan mata ini jeane dapat melihat kejujuran dari dalam sana.

"Buat apa gue bohong, mbak. Gue juga gak akan tega kalo seandainya tau resha enggak dijemput abin" curhatnya.

Sejujurnya jeane bingung. Entah siapa yang berbohong tapi saat menatap mata jefri sekali lagi, ia kembali tak menemui kebohongan di dalam sana. Tapi jauh didalam pikirannya juga menolak kalau abin yang berbohong.

"Lo masih gak percaya mbak?" Tebak jefri melihat keterdiaman jeane.

Lantas laki-laki itu menarik ponselnya yang berada di atas nakas. Ia mengotak-atiknya sebentar. Lalu segera ia mengarahkan layar ponselnya didepan wajah jeane yang mengerut kebingungan.

Disana, di ponsel jefri terdapat notifikasi panggilan diterima oleh abin. Benar, jeane bahkan sudah berkedip berulang kali barang kali ia salah lihat. Tapi tetap sama yang tertera di ponsel jefri.

"Gue gak bohong mbak. Kemarin abin udah bilang oke. Makanya gue juga gak khawatir sama resha" katanya setelah jeane hanya berkedip-kedip tidak jelas.

"Maaf ya jef" hanya kalimat itu yang mampu jeane sampaikan. Ia bingung harus mengatakan apa saat ini. Otaknya bekerja lebih cepat dari biasanya. Lalu ia menyimpulkan kalau memang abin yang sengaja?

"Lo makan ya, abis itu minum obat. Gue ambilin dulu makan nya" kata jeane kemudian bangkit dari duduknya.

Ditempatnya jefri hanya mengangguk tanpa menolak. Jujur perutnya terasa lapar sejak semalam, tapi mengingat anak-anak kosan tidak berpihak padanya ia memilih untuk menahan laparnya hingga siang ini.

Kosan NYAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang