12: Bekal Papoy

4 3 0
                                    

Warteg nasi padang.

Anya menepati janjinya, untuk membelanjakan Diana makanan, karena ia sudah berhasil menaklukkan Saga.

Mereka duduk di bangku ciri khas warteg, asap rokok dimana-mana, suara bapak-bapak yang menggelegar.

Anya menikmati suasana itu, namun tidak untuk Diana.

"Nya, lu kalo pilih tempat makan yang bener dong, risih banget." Ucap jijik Diana.

Anya menanggapinya dengan diam.

Diana pun terpaksa harus menikmati hidangan itu, dan juga suasana yang tidak damai.

"Eh di, ternyata, Saga tuh nepatin janji ya" ucap Anya.

"Janji?"

"Iya, dia tadi ngebantu aku, buat ngehindar dari Papoy, dan alhasil, semua sesuai dengan dugaan," jelas Anya, sambil ia mengunyah.

Diana pun mengacungkan jempolnya, yang penuh dengan bumbu rendang yang ia makan.

"Bagus."

"Dia punya instagram nggak?" tanya Anya tiba-tiba.

Diana pun berpikir, ia mencoba menebak, "enggak deh kayaknya ...," sahut Diana. "Soalnya, dia juga bukan anak medsos.

"Lah yang bener?" ucapnya tidak percaya.

"Iya, kalo memang pun dia punya medsos, beh! Pengikutnya mayoritas cewek. Dah kayak asrama wanita di sana."

Anya pun mengangguk mengerti.

"Btw, Saga primitif banget, kayak pesona dunia darat," ungkap Anya.

"Ya begitulah."
Mereka melanjutkan makan mereka.

🌵🌵🌵

Pagi, seperti biasanya aku selalu berangkat dengan waktu mepet kurang dari 5 menit.

Namun tidak untuk sekarang, jam menunjukkan kurang dari 3 menit.

Hari ini pasti akan terlambat, tapi aku mencoba untuk berpikir optimis.

Aku segera menaiki motor, kemudian pergi menjauh dari rumah singgah.

Diperjalanan sendiri, aku berdoa agar Tuhan memberiku kesempatan untuk hari ini.

Jarak sekolah, dan diriku hampir dekat. Terlihat gerbang yang nampak terbuka setengah, dan tak lama lagi akan di tutup oleh satpam sekolah.

Aku menaikkan laju ku, dengan sangat dramatik. Akhirnya aku berhasil melalui gerbang itu dengan sangat mulus.

"Ya ampun neng, hampir telat mulu," ungkap satpam itu.

"Makasih pak."

Setelah berhasil menerobos gerbang hitam itu, segera aku memarkirkan motor bersama para motor milik siswa di sekolah.

Dengan waktu yang cukup mendekati waktu bel, aku tidak melupakan tanggungjawab ku, memberikan makanan ke korban jatuhnya motor beruntun.

"Ini udah semua kan?" tanyaku pada diri sendiri.

Melihat semuanya nampak sudah cukup, segera aku pergi dari tempat itu. Berlari kencang mengejar waktu yang kian berjalan tanpa henti.

Sampai juga di kelas, dimana teman-teman nampak santai dengan suasana di sana.

Sedangkan diriku, dari rumah sudah rapi, namun sampai di sekolah selalu berantakan.

Nafasku tersendat-sendat akibat berlari tadi.

Aku berjalan menuju bangku ku, untuk mengistirahatkan tubuhku nyang lelah ini.

"Pagi," sapa ku ke Diana.

Hi Stupid I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang