Bagian 13 : Rinai Hujan pt.2

6.4K 1.3K 167
                                    

13

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

13. Rinai Hujan pt.2

Sudah menunggu hampir satu jam di halte bus tak terpakai, rinai hujan belum juga memberikan tanda-tanda bahwa ia akan pergi.

Seluruh tubuh Iris mulai mengigil. Bibirnya nampak semakin membiru dengan kulit wajah pucat pasi yang sangat kentara.

Matanya juga mulai mengantuk. Tak kuat terbuka untuk lebih lama lagi. Beberapa kali Iris sempat tertidur sejenak, tetapi langsung terbangun begitu mendengar suara petir.

"Awet amat ujan nya kaga ilang-ilang." Iris menggumam dengan suara yang terdengar berat. "Laper."

Azam menoleh, lalu memberikan bungkus makanan milik Iris yang diletakkan disamping kanan nya. "Makan."

"Ini punya siapa?" Iris bertanya.

"Lo,"

Kedua pundak Iris merosot. "Gue kira, bungkusan ini punya nya Kak Azam terus dikasih ke gue. Kek, ala-ala drakor romance gitu."

"Hah?" Azam membeo. Tak begitu jelas mendengar gumaman yang Iris ucapkan.

"Eh, nggak. Lupain aja." Iris nyengir. Dia menerima bungkus pesanan sang ibu yang di berikan Azam, namun dia tak berniat memakan nya.

Gadis itu menghela napas seraya menyandarkan kepalanya pada dinding halte. Hoodie milik Azam makin ia rapatkan begitu merasakan terpaan angin malam membelai kulit tangan nya.

"Masih dingin?" Azam bertanya namun atensinya tak mengarah kepada sang lawan bicara.

Iris terhenyak. "Oh? Kak Azam mau ambil balik hoodienya, ya? Nih. Makasih, ya ..." ia menyelimuti Azam menggunakan hoodie lelaki itu.

"Nggak. Pake aja." Iris memandang Azam bingung. "Gue nggak kedinginan."

"Seriusan? Tapi Kak Azam cuma pake kaos doang. Nanti kalo masuk angin gimana?" Iris berujar khawatir. "Gapapa, pake aja. Jaket gue udah kering, kok."

Azam merotasikan kedua bola matanya, malas. "Nurut bisa?"

Mendengar nada bicara Azam mulai berubah, nyali dan mental Iris langsung menciut. "I-iya, bisa, kok."

"Tapi, kal-" Belum selesai Iris melanjutkan ucapan nya, hoodie yang dia pegang sudah di rampas kembali oleh sang pemilik.

"Ribet." Omel Azam sembari memakai hoodienya. Lalu, dia melirik adik tingkatnya itu, sinis.

"Iya, pake aja. Biar nggak masuk angin." Iris tersenyum kikuk. Selanjutnya, gadis itu menggumam pelan. "Crush gue napa gini amat, ya?"

Detik selanjutnya kembali hening. Malam semakin larut, dan jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam tetapi,
hujan tak kunjung memberikan tanda bahwa dia akan minggat dari lokasi.

Tak kuat menahan kantuk, secara tak sengaja, kepala Iris jatuh ke pundak sebelah kiri Azam. Mata gadis itu sudah terpejam dengan deru napas yang mulai teratur.

Admirer Rúnda [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang