Bagian 18 : Ketemu Alan

6.4K 1.3K 177
                                    

18

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

18. Ketemu Alan

Azam melirik pasrah jarum jam di arloji tangan sebelah kanan nya. Ternyata, jarum jam tersebut sudah mengarah ke angka delapan. Yang artinya, pembelajaran di sekolah sudah terlaksana sejak satu jam yang lalu.

Selanjutnya, netra tajam Azam melirik Iris yang sedari tadi hanya diam membeku dengan tatapan kosong. Entah apa yang di pikirkan gadis itu.

Takut adik tingkatnya itu ketempelan jin atau semacamnya, Azam menoel pelan pundak Iris dengan jari telunjuknya. "Sadar."

Setelah di toel, barulah Iris menolehkan kepalanya ke kanan kiri. Seperti orang linglung. "Nikah, ya?"

Kening Azam mengernyit. Tak faham maksud dari ucapan Iris. "Nikah apa?"

"Hah? Oh? Nggak, hehe." Iris menunduk, malu. Mungkin, wajahnya sudah merah seperti kepiting rebus.

Azam menghela napas. "Nggak. Tadi gue cuma bercanda. Jangan di bawa ke hati."

"O-oh, bercanda .. gue kira beneran."

Azam bangkit dari kursi taman sekitar puskesmas. "Ayo,"

Iris mendongak. "Kemana, Kak?"

"Pulang."

"Pulang, ya?" Helaan napas gusar terdengar. "Kak Azam balik aja gapapa. Gue mau jalan-jalan dulu. Soal jaketnya, nanti gue balikin kalo udah di cuci, ya."

Azam memandang Iris, bingung. "Kenapa nggak pulang?"

"Gue bisa dimarah sama Ibu kalo ternyata, gue bolos."

"Bukan bolos. Tapi terlambat." Azam meralat. Kesal? Tentu saja. Karena Iris, ia tak bisa mengikuti pembelajaran di sekolah.

"Y-ya, kan, sefrekuensi. Sama aja."

Azam berkacak pinggang seraya memalingkan wajah tak lupa menghembuskan napas kasar. Mana mungkin tega ia membiarkan anak orang luntang-lantung di jalanan. Perempuan pula.

Selagi, berangkatnya kan sama Azam, pulang nya juga harus sama Azam, dong. "Yaudah, ikut gue."

"Kemana?"

"Pulang."

"Kan, gue udah bilang, Kak. Kal-"

"Rumah gue." Azam menyendat. Tanpa memperdulikan tanggapan Iris, dia berjalan ke arah motor.

"Rumahnya Kak Azam?" Iris membeo. "Anjir!"

Setelah memasang helm juga membelokkan motor, Azam menoleh ke arah Iris yang masih saja diam ditempat. "AYO!"

"Eh? I-iya!" Dengan gugup, Iris berlari menghampiri Azam. Selanjutnya, ia naik ke tunggangan sang pujaan hati.

"Udah?" Azam bertanya. Suaranya sedikit teredam oleh helm full face yang dia kenakan.

Admirer Rúnda [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang