10. Gara-gara Gadis
Sekitar pukul satu dini hari, terjadi pemadaman listrik di area kompleks hunian Rangga sekeluarga. Beberapa dari penghuni yang masih terjaga, menyempatkan diri guna mengecek keadaan di luar.
Walaupun sudah malam, nyatanya, banyak bapak-bapak kompleks yang berkumpul di depan warung mini dekat kediaman Azam. Tidak ngantuk adalah alasan paling umum yang di ucapkan mereka.
Sama seperti Alan. Lelaki itu tak bisa tidur sedari pukul sebelas malam sebelum pemadaman listrik terjadi. Dia sibuk menonton film di ponsel sembari memakan jajanan ringan milik Azam.
Begitu menyadari jika ada pemadaman listrik, dengan malas, Alan beranjak dari kasur untuk pergi ke kamar saudara kandungnya. Salah satu kegiatan rutin yang Alan lakukan sedari kecil jika ada pemadaman listrik.
"Bang," Alan mengetuk pintu kamar Azam. Di tangan nya sudah ada dua bantal dan satu guling. "Abang .."
"Abang ... buka .." Alan menempelkan dahinya di depan pintu. Matanya terlihat sayu menahan kantuk. "Bang Azam .."
Semenit kemudian, kenop pintu terputar dan nampaklah Azam dengan wajah bantalnya. "Hm?"
"Numpang," tanpa menjawab pertanyaan sang adik, Azam kembali merebahkan diri di ranjang tak lupa menyuruh Alan untuk menutup kembali pintu kamar.
"Lampu jenset lo mati, Bang?" Alan sedikit mendorong Azam ke samping kanan. "Ck! Geseran, anjir!"
"Lupa nge-cas," Azam berucap serak. Kedua mata lelaki itu masih terpejam dengan posisi tidur tengkurap.
"Bagi selimut," Alan menyambar selimut di bawah tubuh Azam. "Bagi, Bang .."
"Ambil di lemari,"
"Males berdiri .."
Dengan sebal, Azam sedikit memiringkan tubuhnya supaya Alan dapat menarik selimut yang dia timpa. "Ck!"
"Nah, tang kyuh." Alan tersenyum lebar seraya membenarkan posisi tidur, mencari yang paling nyaman.
"Hm," jawab Azam, malas.
"Bang," panggil Alan. Kedua manik mata kehitaman nya mengarah ke sang kakak. "Peluk, dong."
Kedua mata Azam terbuka secara perlahan. Dalam hatinya, dia sedikit merutuk sebab kebiasaan sang adik sedari kecil belum juga hilang.
Dan dia berharap, ketika Alan menginjak jenjang SMA nanti, kebiasaan menumpang tidur ke kamarnya saat mati lampu juga meminta tuk di peluk itu hilang.
"Bang." Panggil Alan sekali lagi. "Lo budek, ya?"
"Lo udah gede. Gausah manja kayak anak kecil." Berlawanan arti dengan perkataan Azam barusan, lelaki itu malah mendekatkan diri ke arah Alan, lantas memeluknya.
Beranggapan jika yang sedang dia peluk itu adalah Alan kecil berusia enam tahun. "Tidur."
Alan membalas pelukan Azam. Walaupun sering bertengkar dan selalu membuat sang kakak naik darah, nyatanya .. Alan begitu menyayangi saudara kandung nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Admirer Rúnda [Completed]
Romansa"Semesta bercanda mempertemukan kita dalam sebuah rasa. Aku yang buta aksara, terkagum padamu yang mengajarkan ku metafora." -Iris Jacinda *** Azam Kairav Bratanadipta. Hanya tiga kosa kata nama yang mampu membuat seorang Iris Jacinda berdebar ketik...