09. Ter-follback
"Ayo, gerakan kakinya disamakan." Bu Puji berucap sembari membetulkan gerakan anak didiknya yang dirasa belum selaras dengan ketukan nada.
Sore ini, anak tari tengah berlatih tarian remo khas Jawa Timur. Entah sudah keberapa kalinya Iris melakukan kesalahan. Bukan kesalahan besar, namun dia sedikit tak nyaman dengan tarian tersebut.
Bukan nya Iris tak pandai menyelaraskan gerakan yang diajarkan Bu Puji di depan sana. Hanya saja, rok yang Iris pakai bolak-balik terangkat sampai sebatas paha tiap kali dia melakukan gerakan 'tanjek'.
Tanjek, bisa dibilang gerakan melebarkan kedua kaki dengan ujung jempol menghadap ke sisi kanan-kiri. Teruntuk seberapa lebarnya, Iris tak tau itu. Ia hanya mengandalkan insting.
"Dil, jaket tadi mana?" Iris berbisik kepada Dila.
"Jaket? Nih," Dila mengambilkan jaket yang ditanyakan Iris. Karena sebetulnya, jaket tersebut ada di samping kakinya. "Kenapa? Nggak nyaman, ya, sama roknya?"
Iris mengangguk. "Iya, plis. Bolak-balik ke angkat mulu. Sebel gue."
Dila terkekeh. "Coba jaketnya lo iket di perut, supaya nutupin pantat lo. Soalnya kita di barisan belakang sendiri. Takutnya, jadi pemandangan syahdu buat anak cowok yang lagi basket."
Iris mengikuti perkataan Dila. Sembari mencuri pandang ke arah Azam yang sedang melakukan pemanasan bersama pelatih, gadis itu mulai mengikat simpul.
"Dila, Iris." Suara Bu Puji terdengar mengerikan. "Ibu perhatikan, kalian berdua dari tadi ngomong terus .."
"Ngomongin apa?" Bu Puji berkacak pinggang. Guru cantik berusia tiga puluhan ke atas itu berjalan ke barisan Dila dan Iris. "Kenapa ditutup pake jaket?"
Iris meneguk salivanya susah payah. Sekarang, seluruh perhatian anak tari berpusat padanya. "Ro-rok saya nggak nyaman buat tanjek, Bu."
"Lari lapangan sepuluh kali." Final Bu Puji. Terdengar tak dapat dibantah lagi. "Ayo cepet. Kamu sama Dila."
"Tap-"
"Nggak ada tapi-tapian. Mau lari sepuluh kali, atau saya tambah jadi tiga puluh kali?"
"I-iya, Bu. Sepuluh aja." Dila menyenggol siku Iris untuk diajaknya turun dari panggung. "Aduh .. malu banget gue."
"Dila, maaf, ya. Gara-gara gue minta ambilin jaket, lo jadi kena hukum." Bibir Iris mencebik.
Menghela napas. "Gapapa. Anggap aja pemanasan. Ayo, lari. Sekalian caper sama anak basket, hehe."
"Anjir," Iris mengumpat, pelan. Sumpah demi apapun, dia tak mempunyai pemikiran seperti itu.
"Satu!" Bu Puji memekik dari atas panggung. Menyuruh anak didiknya untuk segera menjalankan hukuman yang dia beri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Admirer Rúnda [Completed]
Romance"Semesta bercanda mempertemukan kita dalam sebuah rasa. Aku yang buta aksara, terkagum padamu yang mengajarkan ku metafora." -Iris Jacinda *** Azam Kairav Bratanadipta. Hanya tiga kosa kata nama yang mampu membuat seorang Iris Jacinda berdebar ketik...