Bagian 14 : Tak Ada Hak

6.3K 1.3K 153
                                    

14

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

14. Tak Ada Hak

"Mas, Mbak, bangun. Mas," seorang pejalan kaki menepuk-nepuk pundak Azam dan Iris secara bergantian. "Udah malem. Kenapa masih berduaan disini?"

Azam membuka kedua matanya perlahan. Dia mendapati seorang pria paruh baya berpakaian lusuh sedang menatap dirinya bingung. "Oh, maaf."

"Ujan nya udah berhenti dari tadi. Sekarang udah jam sebelas." Ujar bapak itu. "Itu Istrinya kasian kedinginan."

Azam sontak menoleh ke arah Iris yang masih tertidur nyaman di pundaknya. Hoodie yang semula dia selimutkan kepada gadis itu malah berpindah ke tubuhnya.

"Dia bukan Istri saya." Azam membantah ujaran bapak itu, sopan.

"Pengantin baru, kan? Wajar, sih, kalo masih malu-malu gitu. Udah, ya. Saya pergi dulu. Istrinya jangan lupa di bangunin." Pamitnya sebelum minggat dari tempat.

Sepeninggal bapak itu, Azam merenggangkan otot lehernya yang terasa keram. Setelahnya, ia memindahkan kepala Iris ke samping secara perlahan bertumpu telapak tangan nya.

"Bentar," ujar Azam pelan sembari merenggangkan otot pundak sebelah kirinya.

Selanjutnya, Azam memindahkan kepala Iris ke atas pahanya secara perlahan-takut membangunkan. "Ngerepotin."

Tanpa basa-basi lagi, Azam menepuk kedua pipi Iris cukup kuat. "Bangun."

Kening Iris mengernyit. Dengan kedua mata yang masih terpejam rapat, dia bergumam, "jangan keras-keras nendangnya. Pipi gue sakit .."

"Maaf," Azam kembali menepuk kedua pipi Iris. Berbeda dengan tepukan yang pertama, tepukan yang kedua justru lebih lembut. "Bangun. Ayo pulang."

"Emm .." bukan nya membuka mata, Iris justru memiringkan badan nya kesamping. Alhasil, tubuh ramping gadis itu hampir saja membentur tanah jikalau Azam tak sigap memeluk pinggang nya, kuat.

"Bego." Umpatnya.

"WOH! ANJIR!" Iris memekik begitu membuka kedua mata, dan merasakan badan nya dalam posisi nyeleneh.

Kepalanya hampir menyentuh tanah, sedangkan pinggang nya di peluk kuat oleh seseorang. "INI KENAPA POSISI GUE KEK GINI, ANJIR?!"

Sedetik kemudian, Iris menoleh ke belakang dan nampaklah sosok Azam tengah memandang nya datar, dengan kedua tangan yang dipenuhi di urat-urat menonjol sedang memeluk pinggang nya possesif.

"Bangun."

Spontan saja, Iris menapakkan kedua kakinya ke tanah. Dengan sempoyongan, gadis itu membenarkan tatanan rambutnya.

"Eh, Kak." Gadis itu nyengir. "Anu, gu-"

Azam bangkit. Tak berniat mendengar perkataan Iris. Satu hal yang pasti, ia harus segera sampai ke rumah sebelum Alan merudal kamarnya.

Admirer Rúnda [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang