15. First Time Message
"Nanti jadi ke rumah, nggak?" Dila bertanya kepada Iris. Keduanya tengah berjalan beriringan menuju gerbang depan.
Iris nyengir sembari menggaruk tengkuk belakang nya yang tak gatal. "Liat nanti aja, deh. Kalo di rumah ada motor, gue ke rumah lo. Kalo nggak ada ya .. nggak jadi."
Dila menghela napas. "Kenapa nggak sekarang aja? Bareng gue balik. Nanti baru pulang kalo dah adzan isya'."
"Gile, lu? Gue belum izin sama orang rumah, anjir!" Iris sedikit meninggikan suaranya. "Gak. Gaada-gaada."
"Ih! Ngape, sih? Nanti baru izin kalo dah sampe rumah gue." Kata Dila kekeuh.
"Gak-ada! Asal lo tau, ya, tadi pagi gue udah kena marah, dan gue nggak mau kena marah nyokap lagi."
"Kena marah? Lo abis ngapain emang?" Dila bertanya seraya membenarkan simpul tali sepatunya.
"Tadi malem gue disuruh beli nasgor depan puskesmas deket sekolahan nya Ardi. Terus kehantam ujan di jalan." Iris mulai bercerita.
"Kehadang ujan nya waktu mau berangkat, apa pas mau pulang?"
"Pas pulang nya." Dila manggut-manggut. "Yaudah, gue otomatis neduh, kan, di halte deket situ. Ketimbang nasi goreng nya basah kena ujan, ya, kan .."
"Terus-terus?"
"Terus ..." ketika hendak melanjutkan ujaran nya, kedua pipi Iris mendadak merona. "T-terus gue .. k-ketiduran."
"Hah?" Dila membeo. "Ketiduran di halte? Kok, bisa?!"
"Yabisalah! Namanya juga ngantuk! Gimana, sih?" Iris memalingkan wajah. Tak mau menatap Dila lebih lama. Takut jika gadis itu tau kalau ia sedang blushing.
"Sendirian? Ketiduran sendirian di halte?" Dila memegang kedua pundak Iris. "Lo nggak kenapa-napa, kan?"
"Kenapa-napa maksudnya?"
"Ya .. bisa jadi ada orang sinting dateng nyamperin lo, terus lonya di grepe-grepe mana tau."
Iris mendelik. "Anjir! Sembarangan, lo! Gue tadi malem, tuh, ditemenin tidur sama Kak Az-"
"Az ..." Dila menaikkan kedua alisnya seraya memandang Iris dengan tatapan curiga. "Kak Az siapa? Kok, diem? Kenapa nggak dilanjutin?"
Iris menggigit bibir bawahnya. Jika Dila tau kejadian semalam, pasti gadis itu akan mengejeknya habis-habisan. "Az .."
"Az ..." Dila berujar kepo. "Az siapa, sih?"
Kening Iris mengernyit, mencoba memikirkan alibi. "Kak Azmi Hasbullah. Tetangga sebelah gue. Anaknya Pak ustad Hasbullah. Iya, Kak Azmi."
"Ohh .. Azmi .." Dila manggut-manggut. "Gue pikir Kak Azam."
"Hah? Kak Azam? Ahahaha .." Iris tertawa garing. "Mana mungkin tu cowok barengan ama gue. Halu itu, mah. Sangat halu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Admirer Rúnda [Completed]
Romance"Semesta bercanda mempertemukan kita dalam sebuah rasa. Aku yang buta aksara, terkagum padamu yang mengajarkan ku metafora." -Iris Jacinda *** Azam Kairav Bratanadipta. Hanya tiga kosa kata nama yang mampu membuat seorang Iris Jacinda berdebar ketik...