Seperti janjinya pada ayahnya, Erwin menemui ayahnya pukul delapan tiga puluh di ruangannya, dilihatnya ayahnya tengah membuatkan dua kopi panas untuknya dan dirinya.
"Kau sudah sampai, duduklah Erwin.." suruh nya, karena tak ingin membuang waktu lagi, Erwin langsung duduk di kursi yang menghadap langsung ke ayahnya.
"Ada apa ayah?" Tanyanya.
"Ayah kan sudah bilang, kalau ayah hanya ingin mengobrol denganmu" ucapnya, lalu menyeruput kopi yang masih panas.
"Saya tidak tahu harus mengobrol apa" ucap Erwin gugup.
Edward terkekeh. "Kalau begitu mulailah dengan menghilangkan bicara formal mu, mau bagaimanapun aku ini adalah ayahmu Erwin, bukan atasanmu"
Erwin mengangguk lalu meminta maaf.
"Bagaimana harimu akhir-akhir ini?" Tanya ayahnya.
Erwin mengedikan bahunya. "Seperti biasa, sibuk"
Edward menggelengkan kepalanya. "Jangan terlalu keras dalam bekerja Erwin, nanti kamu bisa sakit.."
"Apa pedulimu.." gumam Erwin tanpa sepengetahuan ayahnya.
"Oh ya, umurmu sudah mau menginjak dua puluh enam tahun kan? tidak ada niatan untuk menikah?" Tanya Edward.
"Pertanyaan mu terlalu jauh, aku tidak ingin menikah cepat" ucap Erwin sedikit kesal.
Edward tertawa. "Maaf maaf, tapi apa kamu sudah menyukai seseorang? Mencintai orang lain? Mungkin kamu bisa bercerita pada ayah tentang gadis yang kamu sukai.."
Mendengar hal itu membuat Erwin terdiam kaku, ayahnya tak pernah tahu siapa dia sebenarnya, tentang ketidaktertarikan nya pada wanita, apakah ayahnya bisa menerima hal itu?
"Aku punya pacar" ucap Erwin. "Tapi aku tidak ingin menunjukkannya pada ayah"
Edward terkejut. "Benarkah? Kenapa kamu tidak mau memperkenalkan nya pada ayah?" Ia memasang ekspresi kesedihan diwajahnya.
"Aku tidak ingin ayah terkejut" jawab Erwin.
"Kenapa? Siapa gadis itu? Orang yang dikenal ayah?"
"Kubilang ayah tak perlu tahu" ucap Erwin sambil memalingkan wajahnya.
"Ayah ingin tahu Erwin, kenapa kamu menyembunyikannya dari ayah?" Tanyanya.
Erwin menunduk lalu mengacak rambutnya. "Kamu tidak akan merasa senang setelah mengetahuinya.." lirihnya.
Edward menghampiri putranya lalu duduk disampingnya, mengusap pundaknya dan Erwin masih terus menunduk menyembunyikan wajahnya.
"Erwin, bicaralah pada ayah.." mohon nya, namun Erwin tetap menunduk dan tidak mengangkat kepalanya, ia tidak berani menatap ayahnya mengingat siapa sebenarnya dirinya.
"Erwin.." ia memeluk tubuh anaknya yang sedikit bergetar, sepertinya Erwin tengah menahan tangis yang hendak keluar.
"Ma-maaf.." isaknya, masih menundukkan kepalanya.
"Erwin..?" Edward tetap mengusap punggung anaknya.
"A-aku tidak bisa memberikan cucu dari darah daging ku sendiri.." lirih Erwin di sela tangis nya.
Edward yang masih kebingungan hanya terdiam dan mencerna apa yang dimaksud oleh putranya.
"Erwin, apa maksudmu?" Tanya ayahnya.
"Apakah ayah keberatan jika aku mengadopsi anak?" Tanyanya dengan suara yang kecil, namun Edward masih bisa mendengar nya.
"Kenapa?" Tanya ayahnya. "Kenapa kamu harus mengadopsi anak? Apa kamu tidak ingin menikah? Apa kamu.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Terakhir [ ERURI ] ✔️
RomanceLevi dikirim oleh Ibunya ke sebuah sekolah yang sangat terpencil dan jauh dari keramaian kota, ia dipindah sekolahkan karena terlalu nakal dan sering sekali melakukan segala hal yang tidak pantas ia lakukan, Kuchel tak tahan akan hal itu. Namun di s...