Bertemu Erwin

476 65 26
                                    

Levi dan Mike langsung berjalan menuju ke ruang rawat inap Erwin, Mike meminta Levi untuk masuk seorang diri saja, sementara ia akan pergi ke kantin membeli makanan, Edward juga kebetulan sedang tidak ada didalam kamar Erwin, jadi Levi bisa mengobrol bebas dengan pria pirang yang sudah ia rindukan itu.

Levi membuka pintu kamar perlahan-lahan, tanpa mengeluarkan bunyi sedikitpun, ia langsung melangkah kedalam kamar, tepat ke ranjang dimana Erwin berada.

Pria pirang itu tengah tertidur pulas, benar apa yang dikatakan Mike, tangan kanan nya sudah di amputasi dan kini pria itu hanya memiliki satu tangan, namun itu tidak merubah apapun dalam diri Erwin, pria itu tetaplah pria pirang tampan yang selalu dikagumi Levi.

Levi mendekat ke arah ranjang dimana Erwin tertidur, lalu duduk di kursi yang menghadap langsung pada ranjang tersebut.

"Erwin.." lirihnya, pedih rasanya melihat orang tersayangnya harus terkapar lemas di atas ranjang rumah sakit, membuatnya menangis dalam diam untuk menyalurkan semua penyesalan nya.

"Maaf.." lirih nya lagi. "Semua yang kukatakan pada Zeke dan teman-temannya, itu hanyalah kebohongan, aku selalu tulus mencintaimu, meskipun mungkin kamu tidak mempercayainya lagi.." isaknya.

"Maafkan aku.." ia kembali menangis. "Seharusnya aku tidak memikirkan diriku sendiri, persetan dengan harga diri.. aku hanya mencintaimu.."

Levi mengusap air matanya, maaf darinya sangat tidak berarti, ia tak bisa menyembuhkan Erwin dan mengembalikan apa yang hilang darinya, semuanya sudah terlambat dan ia merutuki kebodohannya.

"Maaf Erwin.. maaf atas semua perkataan ku malam itu, maaf karena aku membuatmu menjadi seperti ini.."

Levi memukul wajahnya, ia benar-benar merasa bodoh, ia sama sekali tidak berubah, sikap egoisnya yang selalu merugikan orang lain tak pernah bisa ia hilangkan.

"Aku akan pergi sebentar lagi, tapi aku tak ingin berpisah denganmu, tetapi saat membuka mata, aku bertaruh kalau kau tak pernah ingin melihatku lagi, aku laki-laki egois yang menyebalkan, benar bukan?"

Erwin mengangguk. "Ya.. benar" jawabnya.

"Sudah kuduga.." lirih Levi, namun ia langsung terdiam sejenak setelah mendengar suara Erwin, ia menatap bola mata Erwin yang sudah terbuka, menatapnya dengan tatapan tajam yang mematikan, Levi dibuat mematung olehnya, namun ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari mata biru laut itu.

"E-erwin.." Levi berucap dengan suara pelan.

"Ya.. itu namaku" balas Erwin.

Levi menunduk, ketika mendengar suara Erwin yang terbilang sangat dingin dan tidak ramah, wajar saja.. Levi telah membuatnya sakit hati dihadapan banyak orang.

"Maaf.." ucapnya, suaranya benar-benar pelan, seluruh tubuhnya sedikit bergetar, ia takut kalau Erwin mengusirnya dan tidak ingin melihatnya lagi, sungguh ia takut akan hal itu.

"Untuk apa?" Tanya Erwin, sambil mengambil buah apel tepat di atas meja.

"Semuanya.." jawab Levi lagi, masih menunduk dengan jantungnya yang berdebar kencang, ini bahkan lebih menyeramkan ketimbang saat ia sendirian dipuncak dan membayangkan ada hantu yang menculiknya.

Erwin menaikan sebelah alisnya. "Memangnya kamu punya salah apa?" Tanyanya, sambil memakan apelnya lalu menghidupkan televisi.

"Malam itu, seharusnya aku tidak mengatakan hal itu, aku tidak serius tentang apa yang aku ucapkan, aku menyesal.."

Erwin memindahkan saluran televisi tanpa menatap ke arah Levi. "Aku tidak mendengar apapun, sudah kubilang kan? Santai saja.." ujarnya, seolah tidak pernah terjadi apapun, namun Levi tahu betul bahwa Erwin mendengar semuanya, melihat pria itu yang tampak marah dan tidak menatapnya.

Lukisan Terakhir [ ERURI ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang