Sabina POV
Hari ini adalah hari yang cukup padat untukku. Sejak tadi pagi aku telah melakukan sederet aktifitas sampai akhirnya aku berada di sini.
Di ruangan profesor Choi yang baru saja menangani pasien remaja yang kini mendapat diagnosa Depresi Major juga BPD alias gangguan kepribadian ambang.
Aku selalu semangat setiap kali mengikuti kelas profesor Choi, mata kuliah yang beliau ajarkan adalah mata kuliah yang sejak dulu-sebelum kuliah-ingin sekali aku pelajari.
Pada intinya mata kuliah yang profesor Choi ajarkan itu berpusat pada gangguan kesehatan mental pasien. Makanya tak jarang kami—mahasiswa psikologi— melakukan praktek, bertemu langsung dengan pasien kejiwaan seperti yang baru saja aku lakukan.
"Sabina," suara profesor Choi membuyarkan lamunanku.
"Ne, Gyosunim." jawabku dengan cepat sembari menghampiri seraya berdiri tegap di hadapannya.
"Kemarin setelah saya mengisi kelas, seseorang menghubungiku dan membuat janji untuk konsultasi denganku." ujar profesor Choi.
"Saya tidak akan membongkar privasi pasien. Tapi, yang saya ingin tegaskam adalah, apa yang kau katakan kemarin mengenai cancel culture itu benar, Sabina."
Aku mendengar secara seksama kata demi kata yang profesor Choi ucapkan tanpa memotong satu kata pun.
"Mungkin banyak yang tidak setuju dengan pendapatmu bahkan sepertinya semua temanmu pro cancel culture." lanjut profesor Choi sembari memandangku, "Saya terkesima, kamu bisa berani mengemukakan pendapatmu." lanjutnya.
A-apa aku tidak salah dengar? profesor Choi alias role modelku berkata kalau beliau terkesima dengan keberanianku?
"Pasien yang kemarin datang padaku, dia korban cancel culture. Selama proses konseling, dia tidak banyak bicara. Kondisinya begitu parah. Fisik atau mental, dia jauh dari kata baik-baik saja. Banyak sekali luka dari self harm yang ia lakukan. Goresan luka memenuhi tangan terlebih bagian nadi di pergelangan tangannya. Aku sering melihatnya tampil di televisi dulu. Penampilannya sekarang sungguh berbeda dari kondisinya sekarang."
"Aku tidak bisa membayangkan seberapa menderitanya dia sekarang."
Profesor Choi menganggukkan kepalanya setuju, beliau yang notabene dokter bergelar spesialis kejiwaan saja berkata demikian. Dia jauh dari kata baik-baik saja. Bagaimana aku jika berhadapan langsung dengan pasien tersebut?
"Kau mau menemuinya? dia berada di rumah sakit ini. Di ruang perawatan bangsal VVIP."
Seketika aku menimbang-nimbang jawaban apa yang harus aku katakan. Satu sisi aku ingin, sisi lain aku sungkan apalagi saat profesor Choi mengatakan ia di bangsal VVIP, nyaliku langsung menciut.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You
Fanfiction[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA - UPDATE 3 BAB SETIAP HARI SELASA ] Siapa yang menyangka, jika skandal yang diterima oleh Lee Jong-suk hanyalah permulaan untuk mimpi buruknya yang panjang. Tidak ada yang menyangka jika ternyata Lee Jong-suk berhadapan lang...