2. Tugas

1K 121 4
                                    

Jessi sudah berada di depan sekolahnya. Setelah rangkaian pagi yang menurutnya biasa aja. Kini ia sudah benar benar siap di depan gerbang sekolah untuk menjalani aktivitas melelahkan sebagai pelajar.

Pagi ini, Jessi tak bermimpi seperti kemarin. Bahkan ia sendiri tak mengingat mimpi apa yang ia alami semalam.

"Jessi!" panggilan itu menyadarkan Jessi. Ia menoleh ke arah suara. Rupanya itu Christy, sahabat dekatnya. Jessi dan Christy merupakan sahabat dari SMP. Keduanya bersahabat karena...

Tak ada teman lain.

Tapi untungnya di SMA ini. Christy maupun Jessi mendapatkan teman teman lainnya. Sehingga mereka berdua tak terlalu bergantung satu sama lain seperti dulu.

"Kenapa?"

"Lo kemaren ga masuk?"

"Engga,"

"Pantes,"

"Lo nyariin gw ya?"

"Engga. Pak Hidayat yang nyariin lo hehe. Gih ke ruang guru," setelah mengucapkan itu Christy segera pergi tapi tangannya pun segera ditahan oleh Jessi.

"Temenin gw,"

"Haduh. Belom ngerjain PR,"

"Yah. Yaudah gih," Jessi pun memilih melepaskan Christy yang segera pergi berjalan cepat ke kelasnya. Jessi mendesah pelan, "Ngapain sih Pak Hidayat,"

Pak Hidayat sendiri adalah guru matematikanya. Bisa dibilang, Jessi adalah salah satu murid 'kesayangan' pak Hidayat. Karena hampir setiap kali ulangan Jessi selalu saja harus datang untuk remidi 2 kali.

Memang seburuk itu Jessi dalam matematika.

Jessi menghela napasnya kasar ketika ia sudah berdiri di depan ruang guru. Jessi mengetuk pintu itu kemudian masuk ke dalam, ia tersenyum ke beberapa guru sambil berjalan menuju ruangan pak Hidayat.

"Permisi pak,"

Pak Hidayat melirik ke arah Jessi yang tersenyum ke arahnya. Pak Hidayat kemudian meminta Jessi untuk mendekat, "Kamu kenapa ga masuk waktu pelajaran saya. Lagi,"

"B-bukan maksud saya buat ga masuk pelajaran bapak,"

"Saya kira kamu ga suka sama pelajaran saya,"

"Ya emang sih pak," batin Jessi sambil meringis.

"Saya dipanggil untuk apa ya pak?"

"Ini," Pak Hidayat kemudian memberikan sebuah foto. Sebuah foto seorang gadis berusia di bawahnya. Bahkan bisa Jessi perkirakan usianya sekitar 10 tahun.

"Maksudnya apa ya pak?"

"Saya minta kamu buat jemput ponakan saya. Nanti sepulang sekolah,"

"Jam satu siang dong pak?"

"Guru hari ini ada rapat. Kalian dipulangkan sebelum jam 11," Jessi yang mendengar itupun sedikit tersenyum.

"Trus saya jemput dia dimana ya pak?"

"Stasiun, saya udah kasih foto kamu ke dia. Jadi kalian bisa sama sama nyari,"

"Baik pak,"

"Yaudah itu aja. Kamu boleh balik ke kelas,"

Jessi pun mengangguk dan segera keluar dari ruang guru itu. Ia memandang foto yang ia dapat.

"Trus abis jemput dia gw harus apa? Bawa lagi ke sekolah kali ya? Guru guru kan rapat terus gw disuruh jagain dulu sampe kelar gitu?"

Jessi berusaha berpikir sampai sebuah tepukan mengagetkannya.

"AZIZI!!" teriak Jessi pada Azizi yang baru saja mengagetkannya.

Azizi merupakan teman Jessi waktu kelas 1. Dulu ia, Christy, Azizi dan Ashel begitu dekat saat kelas 1. Namun kini Christy dan Azizi harus berbeda kelas dengan dirinya dan Ashel. Tapi keempatnya masih begitu dekat.

"Itu apa?"

"Foto,"

"Foto apa?" tanya Azizi masih kepo.

"Nih liat sendiri," Jessi pun memperlihatkannya pada Azizi. Azizi mengernyitkan dahinya heran melihat foto yang Jessi perlihatkan.

"Who?"

"Ponakannya pak Hidayat,"

"Bocil?"

Jessi mengangguk, "Mau ikut jemput gak? Gw ga punya temen nih,"

"Hehe.. Sekarang kan hari jumat nih Jes.."

"Hadeh.. Yayayaya, have fun.."

"Si pengertian emang,"

Hari Jumat bagi Azizi tak lain dan tak bukan adalah ia akan main ke rumah Fiony yaitu pacarnya sekaligus kakak kelas mereka yang kini sudah berkuliah. Hingga Minggu pagi, Azizi tak pernah mau lepas dari Fiony saat weekend. Itu membuat Jessi, Christy dan Ashel selalu pusing ketika ingin mengajak Azizi untuk berjalan bersama.

Selalu saja.
"Yah gw mau ketemu ce Fio!"

"Yah sorry ya. Gw udah ada janji sama ce Fio,"

"Hehehe duluan ya guys. Gw ke rumah ce Fio. Bye byeeee,"

Dan alasan lain yang selalu berhubungan dengan Fiony.

Berbeda dengan Christy. Ia memang sedang dekat dengan Muthe, tapi itu tak membuat hubungan mereka berempat terganggu. Justru Muthe terbilang lebih manja kepada Christy, clingy.

Atau mungkin.
Karena Christy dan Muthe memang tak berpacaran? Jadi hubungan mereka tak bisa dibandingkan dengan Fiony-Azizi yang sudah berpacaran.

Tapi.
Apa berhak Jessi mengurusi dan memikirkan mereka. Toh ia juga tak tahu apa itu cinta. Ia hanya tau apa itu berteman dan bersahabat. Mungkin belum waktunya untuk Jessi memikirkan itu.

Jessi akhirnya sampai di kelasnya. Setelah berpamitan dengan Azizi tadi. Ia memutuskan untuk segera ke kelasnya. Dan dari jauh ia dapat melihat tempat duduknya sudah diisi oleh Ashel yang tengah asyik bercerita dengan Adel dan Marsha.

Jessi memilih duduk di tempat Ashel. Yang cukup berjarak tiga bangku dari Adel, Marsha dan Ashel berada saat ini. Ia memperhatikan foto tadi, "Hahh... Ya seenggaknya dipanggil bukan buat ulangan susulan,"

******

"Foto siapa?" celetuk Ashel tiba tiba membuat Jessi yang baru saja beberes pelajaran hari ini jadi terkejut.

"Ponakannya pak Hidayat,"

"Kok ada di lo?"

"Disuruh njemput,"

"Gw ikut dong," ujar Ashel sambil duduk di sebelah Jessi.

"Nempel gw mulu. Ga diajak pulang sama Adel?"

Ashel menggeleng, "Dia kan badminton hari ini,"

"Ga nonton?"

"Iya juga sih. Kenapa gak nonton aja ya gw ya?"

"Eh eh bentar. Keknya mending temenin gw aja sih," Jessi yang sadar itu segera merevisi kata katanya.

"Keputusan gw dah bulet sih Jes. Maaf, kita harus berakhir sampe disini," ujarnya kemudian segera bangkit dan berlari pergi.

Jessi berdecak kesal. Ia segera membereskan tasnya kemudian berjalan pergi dari kelasnya. Selama perjalanan menuju gerbang ia sedikit bingung bagaimana bisa ia sampai ke stasiun yang hanya berjarak 2 km dari sekolahnya ini.

Tapi tanpa berpikir panjang ia memilih menelepon jemputannya daripada harus berpusing.

Lagipula orang kaya kenapa harus pusing mengenai hal bodoh seperti ini.

Tbc

Teman BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang