14. Rasa

656 105 10
                                    

Beruntung bagi Freya..
Jessi hanya bercanda mengenai ajakannya untuk menginap. Ia hanya mengajak Freya berjalan jalan sekarang menghabiskan waktu mereka berdua.

Langkah kaki itu terus melangkah bersamaan, tawa dari mulut mereka pun terdengar membuat banyak pasang mata memperhatikan mereka.

24 jam sebelumnya seakan tidak pernah terjadi. Rasa ingin untuk menjauh dan menjaga jarak itu kini sirna tergantikan oleh kebahagiaan ketika mereka bersama.

Jessi merasakan perbedaan ketika dirinya bersama Freya. Senyuman lebih sering terukir di wajahnya ketika mereka bersama. Jessi merasa benar benar bahagia, kebahagiaan yang selama ini direnggut oleh waktu kedua orang tuanya itu seakan kembali hadir.

Freya

Siapa yang menyangka?

Jessi tak menyangkanya sama sekali. Berawal dari si guru matematika menyebalkan yang memintanya untuk menjemput orang yang sama sekali tak ia kenal. Hingga kini mereka menjadi teman yang memiliki perasaan yang sama.

"Jessi!"

Jessi menoleh ke arah Freya yang mengarahkan ponsel ke arahnya.

Ckrek..
"HAHAHA MUKA KAMU LUCU BANGET!!!"

"Apa sih foto foto?"

"Lagian bengong terus! Mikirin apa sih?" Freya kesal lantaran daritadi ia bercerita tapi Jessi justru melamun dan tak mendengarkannya.

"Mikir mau makan es krim,"

"Aku juga mau! Ayo beli!" Freya pun bangkit dari duduknya. Ia melompat kecil sambil menatap ke arah Jessi. "Ayo sekarang cepet!"

"Sabar napa sih?" Jessi hanya menggeleng kemudian ia ikut bangkit tapi tangannya dengan cepat ditarik oleh Freya. Ia dibawa oleh Freya ke salah satu minimarket. Freya segera menuju ke arah es krim yang ada lalu memilih 2 buah es krim.

"Itu 2 buat aku sama kamu?"

Freya menggeleng, "Buat aku semua lah!"

Jessi tertawa melihat Freya yang langsung memeluk es krimnya itu. Jessi kemudian melihat es krim yang ada disana dan memilih es krim rasa coklat.

"Satu doang?"

"Ini juga bakal lama habisnya,"

Freya hanya manggut manggut kemudian berjalan menuju kasir.

*****

Freya tampak lucu dengan es krim yang tak habis habis daritadi. Sedangkan Jessi sudah menghabiskan es krimnya dan memilih untuk memperhatikan Freya. Freya sendiri tak menyadari daritadi diperhatikan lantaran ia fokus melihat ke arah anak anak yang bermain dengan riang tak jauh dari tempat mereka duduk berdua.

Jessi menghela napas pelan. Ia ikut memperhatikan anak anak yang daritadi diperhatikan oleh Jessi. Salah satu anak terlihat terjatuh dan menangis. Mami dari anak itupun mendekat dan menenangkannya dari tangisnya.

Jessi jadi teringat tentang masa kecil. Dulu Jessi anak yang cukup aktif bermain di sekitaran komplek bersama teman temannya. Sifatnya yang nakal itu membuat tingkahnya pun kadang berlebihan dan membuat banyak sekali luka di lutut maupun di sikunya.

Jika dihitung dalam seminggu Jessi bisa saja mendapat 2-4 luka dan disertai tangisan ketika ia pulang. Maminya sudah tak heran dengan tingkahnya. Tapi hal itu yang membuat Maminya jadi perhatian dengannya dan menguabiskan waktu mengobrol berdua walau sebentar. Jessi kecil seringkali bercerita mengenai harinya ketika momen itu.

Jessi mengedipkan matanya ketika ia merasa matanya itu sedikit panas. Ia menggeleng, ia berdecak pelan. Untuk apa ia bersedih?

"Lucu deh mereka,"

Jessi menoleh ke arah Freya yang kini menatap ke arahnya, "Eh kok mata kamu merah? Ih nangis ya?"

"Duh maaf deh aku nyuekin kamunya kelamaan ya jadi nangis gini?"

"Pede banget jadi manusia,"

Freya tertawa kecil, "Terus kenapa nangis coba?"

"Keli-"

"Gaada angin. Gausah jawab kelilipan,"

Jessi tertawa kecil karena jawaban Freya.

"Aku emang lagi ga baik. Tapi kamu ga perlu tau kok. Maaf ya?" ucapnya sambil meniru nada bicara Freya.

"Dih? Nyindir nih?" Freya merengut kesal dengan jawaban Jessi. Ia melahap es krim terakhir ke mulutnya kemudian membuangnya ke tempat sampah yang berada di dekatnya.

"Kenapa sih? Cerita dong.."

"Huftt.. Tadi liat anak kecil itu. Jadi inget waktu bocil juga,"

"Oh gitu. Kangen ya?"

Jessi mengangguk, "Kangen masa masa diperhatiin Mami,"

"Oh iya aku ke rumah kamu ga pernah ketemu Mama sama Papa kamu deh?"

"Mereka sibuk,"

"Mereka ga peduli lagi sama aku,"

"Eh jangan ngomong gitu,"

"Trus? Kalo mereka peduli mereka bakalan nanya nanya soal aku. Kondisi aku gimana? Hari hari yang ku jalanin itu gimana? Mereka harusnya ada bantu aku mecahin masalah yang kadang bikin aku pecah kepala. Tapi apa? Mereka cuma ngerasa aku cukup sama semua uang yang mereka kasih buat aku. Mereka ngerasa aku bisa bahagia sama uang yang mereka kasih,"

Freya terdiam mendengar penuturan Jessi barusan. Ia tak bisa berbicara, tangannya berusaha mendekat dan menenangkan Jessi tapi gadis itu kembali bersuara lagi.

"Aku tau mereka udah nyerahin semuanya ke Ci Jesslyn. Aku tau mereka udah sepercaya itu sama Ci Jesslyn. Aku juga tau mereka ga pernah salah percaya sama ci Jesslyn. Tapi..."

"Tapi.. aku tetep butuh mereka..."

"Aku kangen pelukan hangat Mami, aku kangen disisirin sama Mami, aku kangen diomelin Papi!"

"Umur aku emang 16 tahun tapi selama 8 tahun ini aku ngerasa kayak mayat berjalan,"

"Jessi! Jangan ngomong gitu!"

"Kamu gatau-" sebuah pelukan mendarat begitu saja di tubuh Jessi. Freya memeluknya dengan erat seakan berusaha menenangkan hati Jessi yang kacau.

"Aku emang gatau rasanya, aku juga bingung harus apa sekarang. Tapi seenggaknya biarin aku ada disaat saat kayak gini ya? Jangan sedih,"

"Fre..."

"Aku juga ngerasa ga hidup 1 tahun ke belakang tapi waktu diminta untuk pindah kesini dan bisa ketemu kamu maupun temen temen yang lain. Aku ngerasa balik lagi ke diri aku yang dulu. Dari awal kita ketemu, aku selalu ngerasa ada hal yang aneh setiap sama kamu,"

Freya melepaskan pelukannya, "Udah sore nih. Pulang aja yuk?"

Jessi dengan mata yang berkaca itu mengangguk. Keduanya berjalan ke arah parkiran. Jessi tertawa kecil melihat supirnya yang tertidur. Ia mengetuk kaca mobil itu.

"Eh non..."

"Kita nganter Freya pulang ya-"

"Kita ke rumah kamu," sela Freya.

"Eh? Katanya gamau nginep?"

"Jam 10 aku pulang,"

Jessi mengangguk, "Yaudah pak kita pulang," ucap Jessi kemudian masuk ke pintu belakang bersama dengan Freya.

Jessi menarik napas dalam, ucapan Freya tadi memang tak menyelesaikan apa apa soal dirinya dan juga orang tuanya. Tapi setidaknya, Jessi lebih merasa tenang.

Freya sendiri tengah menatap ke arah kaca luar. Ia baru menyadari tingkahnya yang nekat tadi. Memeluk Jessi di keramaian, jujur ia malu jika mengingatnya.

Tapi tiba tiba ia merasa berat di pundaknya dan membuatnya menoleh. Rupanya Jessi tidur dan menyandarkan kepalanya disana. Wajah Freya pun seketika memanas dan merona merah. Freya yang melihat tangan Jessi berada di paha milik Jessi itu pun perlahan meraihnya dan menggenggamnya dengan erat.

Aku rasa aku benar benar suka sama kamu Jes

Tbc

Wkwkwkw setelah bolos 🤭🤭🤭🤭
Wkwkw maapkeun 😋

Teman BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang