11. Resah

684 104 10
                                    

Jessi tengah berada di kamarnya. Ia memandang ke arah langit langit. Entah sudah berapa lama ia berada di posisi itu. Entah apa yang ia pikirkan. Pikirannya terbang kesana kemari tak tahu arah.

Freya.

Nama yang menjadi perhatiannya akhir akhir ini. Nama yang seringkali muncul di pikirannya.

Apa benar ia memang menyukai gadis itu? Mereka hanyalah teman baru bahkan belum ada sebulan mereka berkenalan. Tapi rasa yang ia punya ke Freya seakan berbeda terhadap teman temannya yang lain.

Jessi beranjak dari kasurnya. Ia berjalan ke arah laptop. Tapi tangannya itu hanya membuka laptopnya tanpa menghidupkannya sama sekali. Pantulan dirinya pada layar laptop yang hitam itu dapat ia lihat.

Hari minggu ini begitu membosankan. Ia bingung berbuat apa lagi. Tapi jika dipikir pikir seharian ini ia belum melakukan apapun. Ia hanya mandi, makan, minum dan rebahan seperti tadi. Apa ia harus menghubungi teman temannya untuk jalan jalan?

Tapi Ashel tadi sudah mengabadikan momen bersama Adel. Azizi pun sudah bersama dengan Fiony. Christy juga sudah bersama dengan Muthe.

Hahh..
Mereka sudah mempunyai pawang mereka masing masing. Sedangkan dirinya? Masih memikirkan dan meyakinkan tentang perasaannya sendiri.

"Jessi!"

"Iyaaaa apaan?" Jessi pun menoleh ke arah pintunya yang terbuka.

"Gw mau pergi. Lu gapapa kan gw tinggal?"

"Pergi sama siapa?"

"Mira lah pake nanya. Dah ya, bye jomblo!" pamit Jesslyn sambil mengejeknya.

Jessi memutar bola matanya malas, ia sudah tak ada harapan lain. Satu satunya orang yang bisa menemaninya cuma Freya kali ini. Apakah ia harus menghubunginya guna menghancurkan rasa bosan yang daritadi hinggap di dirinya itu? Atau membiarkan rasa bosan ini menumpuk dan menyiksanya.

Tapi akhirnya ia memilih untuk menghubungi Freya.

Ia langsung meneleponnya. Panggilan pun tersambung, jantung Jessi berdetak lebih cepat. Ia heran dengan dirinya.

Oh ayolah. Cuma nelepon temen kok deg-degan sih?

"Halooo?"

"Jessi?"

"Ih kok diem doang sih? Aku tutup nih?"

"Eh eh! Jangan ditutup Fre!" jawab Jessi dengan panik. Freya tertawa dari sebrang sana.

"Kenapa Jessicaaa?"

"Sibuk gak?"

"Hmmm... Kalau buat denger cerita gabut sih, bisa aja. Tapi kalo buat diajakin jalan gabisa,"

"Siapa juga yang mau ngajak jalan?"

"Orang yang gabut banget bernama Jessica Chandra," jawab Freya disertai tawa lagi.

Jessi memutar bola matanya malas, "Tapi emang gabut banget sih. Lo temenin gw telponan ya,"

"Iya deh iya. Mau cerita apa?"

"Lo dong cerita. Gw dengerin deh,"

"Hm? Cerita apa ya?" Freya tampak berpikir.

"Kita vc aja gimana?"

"Mau banget liat muka manis aku kan? Kangen pasti sama aku?"

"Ih apaan?" kesal Jessi yang mendengar ketengilan Freya.

"Gausah deh gausah. Pede banget lo jadi orang,"

"Loh nyatanya kan emang gitu?"

"Males banget dengernya,"

Freya pun tertawa lagi, "Kamu lucu deh Jess,"

"Emang dasarnya lo demen aja ketawa. Pake bilang gw lucu,"

"Haha iya sih. Soalnya senyum ku manis jadi ya sayang aja kalo ga dipake,"

"Si paling pede,"

"Hehe. Eh bentar ya? Aku dipanggil," ucap Freya kemudian mematikan panggilan itu secara sepihak.

Jessi menghela napasnya. Kecewa? Mungkin..

Tapi untuk apa?

Lagipula apa apaan Freya tadi? Kenapa manusia itu sangat pede dengan dirinya?

Ya walaupun Jessi tak bisa munafik kalo Freya memang manis.

Tunggu..

"Mikir apa gw barusan?"

Jessi lagi lagi menghela napasnya. Ia berjalan turun dari kursinya. Kakinya melangkah keluar dari kamar. Langkah kakinya itu terus membawanya hingga ia keluar dari rumah. Jessi berjalan kecil menuju gazebo rumahnya. Ia kemudian rebahan disana.

Ia menarik napas dalam dalam, udaranya lebih segar dibandingkan di kamar. Matanya terpejam merasakan angin yang menerpanya.

Bunyi nada dering ponselnya itu pun membuatnya membuka mata, Jessi mengeceknya. Rupanya Freya sudah meneleponnya balik. Ia juga baru sadar bahwa sudah 30 menit berlalu semenjak panggilan ia dan Freya tadi berakhir.

Jessi memilih untuk duduk dan menjawab telepon dari Freya.

"Hi,"

"Hi.." jawab Freya dengan lesu.

"Kenapa?" Jessi tentunya merasa aneh dengan Freya. Masalahnya tadi Freya begitu ceria terdengar dari nada bicaranya tadi. Dan sekarang seperti berubah 180 derajat.

"Gapapa kok,"

"Eh? Cerita aja. Gw siap dengerin kok,"

"Hmmmm..." Freya tampak menimbang nimbangnya tapi akhirnya ia memilih untuk tak bercerita apapun.

"Kayaknya aku butuh waktu sendiri," jawab Freya kemudian panggilan itu mati.

Jessi hanya terdiam, ia jelas bingung dengan keadaan Freya saat ini.

"Gw harus apa?" tanyanya pada diri sendiri.

"Gw harus ke rumahnya. Gw harus," Jessi segera menelepon pak Supirnya. Kakinya melangkah ke kamarnya bersiap untuk ke rumah Freya.

*******

Jessi terlihat resah selama perjalanan. Ia bahkan terus mengecek ponselnya. Ia begitu mengkhawatirkan Freya.

Mobilnya itu pun sampai di depan rumah Freya bersamaan dengan sebuah mobil yang berada di depannya. Tak lama Freya pun keluar dari mobil itu, Jessi yang melihat itupun segera keluar dari mobilnya.

"Jessi..." lirih Freya melihat Jessi yang berjalan ke arahnya.

"Fre.. Ikut gw,"

"Tapi.." Freya menoleh ke arah Zeto yang baru keluar dari mobilnya. Zeto hanya tersenyum seakan mempersilahkan Freya.

"Nanti aku pamitin,"

"Makasih ya Kak," ucap Freya yang tangannya langsung ditarik oleh Jessi.

Tbc

Teman BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang