Ketika melihat Namima, kadangkala Zoya merasa prihatin. Entah siapa pria yang menjadi tersangka atas hamilnya sang adik ipar, Zoya merasa iba. Sebagai sesama perempuan, entah Namima hamil karena saling menyukai atau atas dasar paksaan, di campakkan begitu saja pasti sangat menyakitkan.
"Mima.. bisa kita bicara..." panggil Zoya usai sarapan pagi. Evran sudah lebih dulu berangkat bekerja. Sementara Evan juga sepertinya mengantar Amel.
Merasa terpanggil, Namima menoleh."Iya kak... tentang apa?"
Tanpa menunggu lama, Zoya menarik pergelangan tangan gadis itu dan membawa Namima ke kamarnya bersama Evran. Namima cukup terkejut mendapat perlakuan seperti itu. Tapi apa boleh buat?
Gadis bernama Namima itu menatap ke sekeliling ruangan kamar Evran. Kemudian tersenyum miris kala melihat foto pernikahan mereka terpasang di dinding, serta beberapa kebersamaan yang lainnya ada disana dan mereka nampak bahagia.
Evran terlihat begitu mencintai Zoya, begitupun sebaliknya. Tapi bagaimana jika semua anggota keluarga tahu, bahwa tersangka utamanya adalah Evran?
Bahwa ternyata, pria itu adalah ayah dari bayinya?
Zoya meminta Namima untuk duduk di sofa, kemudian wanita itu ikut duduk di sampingnya.
"Maaf kalau aku bawa kamu ke kamarku. Disini lebih aman..." kata Zoya, merasa kalau Namima sedikit bingung, Zoya kembali melanjutkan. "Kamu kan lagi hamil.. bisa nggak ceritain gimana rasanya?"
"Eh..."
Zoya tersenyum malu. "Aku pengin hamil, tapi Tuhan belum kasih aku kepercayaan. Bisa kan kamu ceritakan bagaimana rasanya?"
Namima bingung. Bagaimana ia harus menjelaskan rasanya hamil? Ia bahkan tidak mengharapkan kehamilan ini. Dan andai saja takdir bisa di ubah, Namima harap kejadian ini tidak akan pernah terjadi padanya.
"Bagaimana rasanya?" Namima bergumam dengan getir.
Bagaimana?
Jika dia ingin menjelaskan, mungkin sangat rumit. Aneh dan yang pasti, Namima tidak siap.
Apa yang tidak ia harapkan hadir di rahimnya.
"Yang aku baca, setiap hari pasti mual, atau nyidam. Atau kamu harus buang air kecil terus menerus dalam beberapa waktu. Benar? Kamu merasakan itu?"
Namima tertegun, kemudian mengangguk.
Zoya mendesah. "Aku harap segera merasakan hal itu, Mima."
Namima mengulas senyum tipis. Seharusnya, dia bisa merasakan harapan seperti yang di terlihat di mata Zoya. Berharap tentang banyak hal.. tentang bagaimana rasanya ia menginginkan apa yang sedang dia miliki saat ini.
Tapi apa? Dia bahkan tidak merasakan itu. Dia berharap segera melahirkan dan meneruskan kembali kuliahnya!
"Aku harap kamu bisa menikmati kehamilanmu," tiba-tiba saja zoya menyentuh jemari Namima, tatapan matanya seakan menguatkan gadis itu. Dan sayangnya, Namima benci di kasihani.
"Terlepas dari siapapun lelaki itu, keputusanmu untuk tetap membuatnya hidup adalah hal yang benar..."
Sesaat, Namima merasa Zoya benar. Tapi apa yang harus dia lakukan setelah bayi ini lahir? Membuangnya? Atau memberikannya kepada panti asuhan? Namima belum memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya dengan sang bayi. Apa yang dia rasakan masih terlihat abu-abu!
KAMU SEDANG MEMBACA
SAH (Menikah Dengan Mantan)
RomanceAmel di tawari uang senilai dengan jumlah yang harus ia bayar pada rentenir, sementara itu Evan ingin imbalan dari gadis di depannya, tentu saja... tidak ada yang gratis di dunia ini, Evan ingin Amel menjadi pengantinnya. "Kita tidur seranjang lagi...