6. Menjadi Milikmu

8.6K 690 40
                                    

Ebook, kbm aplikasi dan pdf tersedia yaa.... yg minat baca cepat bisa order pdfnya di 088973689642

***

Tidak ada ikatan seindah pernikahan. Itulah yang ada dalam benak Amel saat Evan melafalkan ijab qobul di depan penghulu.

Amel bisa bernafas lega sekarang, meski hatinya masih di balut kecewa karena nyatanya Evan benar-benar tidak membawa satu pun keluarganya. Untuk saksi, Evan membawa salah satu teman dekatnya, sementara Amel meminta RT di tempatnya yang menjadi saksi pernikahannya.

Acara berlangsung di ruang rawat inap ibunya, hanya ijab qobul saja. Untuk pesta, sepertinya Amel tidak sedikit pun mengharapkan hal tersebut. Cukup seperti ini saja, pikirnya.

Dokter serta suster yang menangani ibunya mengucapkan selamat pada Amel serta Evan.

Begitu selesai, beberapa orang yang ada di ruangan tersebut pamit undur diri, termasuk penghulu yang baru saja menikahkan mereka.

Amel nampak begitu cantik dengan balutan baju pengantin serta make-up yang di poles di wajahnya. Membuat Evan pangling melihat penampilan dari pengantinnya.

"Cantik sekali anak Ibu," pujian itu meluncur dari bibir mertuanya. Bu Ningsih mencium putrinya sambil berurai air mata, tidak menyangka jika gadis kecilnya sekarang sudah tumbuh mejadi wanita dewasa. Amel-nya sudah menikah, sudah memiliki suami yang tampan dan semoga bertanggung jawab atas hidup putri semata wayangnya.

"Nak Evan," panggilan Bu Ningsih membuat Evan mendekati keduanya. "Jaga anak Ibu baik-baik ya, Nak. Semoga pernikahan kalian di berkahi Tuhan, semoga Nak Evan bisa terus bertanggung jawab sama Amel dan mencintai Amel selamanya."

"Aamiin, in sha Allah, Bu. Do'akan saja semoga saya bisa membahagiakan putri Ibu, ini janji saya, Bu..."

Amel cukup tertegun mendengar ucapan Evan yang penuh dengan keyakinan. Seolah pernikahan mereka bukanlah sandiwara. Seakan pernikahan mereka murni karena cinta.

"Terima kasih, Nak Evan...," kata Bu Ningsih tulus.

Amel melihat Evan sekilas, pria itu mengulas senyum tipis yang terlihat tulus.

Benarkah Evan sungguh-sungguh dengan ucapannya?

Tapi, kenapa dia tidak membawa satu pun keluarga nya?

Kenapa?

Amel menggeleng, mengenyahkan pikiran buruk tentang hal yang seharusnya sudah tidak ia khawatirkan. Evan sudah bilang jika ia tidak perlu mengkhawatirkan tentang keluarga Evan. Tapi tetap saja, hatinya yang di landa kecewa masih merasa tidak terima jika pernikahan mereka tidak di hadiri oleh keluarga dari mempelai pria.

Apa Evan malu memper-istri dirinya?

***

"Van," panggilan Amel membuat langkah Evan berhenti. Pria itu menoleh ke arah istrinya yang masih di balut dengan baju pengantin.

"Kenapa, Mel?"

"Kenapa kita harus ke hotel, sih?"

Evan terkekeh mendengar pertanyaan yang di anggapnya konyol. Mereka memang sedang berada di hotel bintang lima yang sengaja di pesan sebelum kemari.

"Ameeeeel," ujar Evan bernada gemas. "Ya kita honeymoon dong sayang, kita kan pengantin baru!"

"Heh?"

"Hah heh hah heh! Gausah kayak orang bego, dong. Masa iya kita bobo di rumah sakit," sahut pria itu sambil tersenyum geli melihat ekspresi Amel yang nampak cengo.

"Udah, sekarang kamu ganti baju kamu, ya? Asisten aku udah beli baju buat kamu..."

Amel langsung mengangguk, aneh rasanya berduaan dengan pria seperti ini meski pun sekarang mereka sudah sah menjadi pasangan. Amel masuk ke dalam kamar mandi setelah sebelumnya membawa pakaian yang kata Evan di belikan olehnya.

SAH (Menikah Dengan Mantan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang