"Rumahnya besar sekali," Bu Ningsih terpukau dengan rumah menantunya. Ia baru saja menginjakan kakinya di rumah Evan.
"Ibu pasti betah disini," sahut Evan. "Ini rumah peninggalan nenekku, yang di wariskan ke mama dan aku yang menempati rumah ini sejak beliau meninggal..." penjelasan Evan membuat wanita tua itu mengangguk.
"Pasti nak Evan kesepian tinggal sendiri disini..."
"Nggak juga sih, Bu. Kadang-kadang aku undang teman-teman buat ngopi bareng disini..."
Ningsih hanya tersenyum.
"Kamar ibu di bawah saja ya? Nggak apa kan?" Tanya Evan meminta pendapat. "Asistenku sudah bereskan yang bawah. Kalau ibu mau pindah ke atas bilang saja. Nanti di bersihkan lagi..."
"Di bawah saja. Biar ibu nggak capek naik turun tangga..."
"Ibu mau langsung istirahat?" Tanya Amel sambil mendorong kursi rodanya. Ibunya sengaja menggunakan alat ini agar tidak mudah lelah.
"Iya, Mel. Nanti sore baru ibu mau lihat-lihat. Sepertinya halaman bekalang rumah luas. Ibu boleh bercocok tanam kan, nak Evan?"
"Boleh saja. Tapi tunggu sampai ibu pulih, ya. Ibu bebas melakukan apapun disini. Ini kan rumah ibu juga..."
"Ibu dan Amel merasa beruntung memilik Nak Evan..." puji wanita itu tulus. Evan sangat pengertian dan baik padanya, juga terlihat sangat menyayangi putrinya, Amel. Bu Ningsih merasa bersyukur memiliki menantu seperti Evan dalam hidupnya.
"Oiya, bu?" Evan pura-pura terkejut dengan pujian itu, tapi sepertinya tidak dengan Amel. Perempuan itu nampak biasa saja. "Tapi Amel kayaknya nggak begitu deh... dia nggak merasa beruntung memiliki aku!"
Amel mendelik kesal saat dilihatnya Evan memasang ekspresi memelas di depan ibunya.
"Amel pasti merasakan hal yang sama. Ibu yakin itu..." jawab Ningsih meyakinkan.
Amel memalingkan wajahnya ketika dilihatnya Evan menatap gadis itu. Akhir-akhir ini Amel merasakan degub jantungnya mulai menggila karena sikap manis Evan. Dan, apakah ia mulai jatuh cinta?
***
"Ibu sudah tidur?" Tanya Evan saat melihat istrinya keluar kamar dengan hati-hati.
"Iya.. kita pulang sekarang?"
Jam menunjukan pukul 8 malam saat Amel keluar dari kamar. Evan pasti sudah menunggunya sejak tadi. Ibunya juga sudah tidur setelah minum obat.
Evan mengangguk. "Mau gimana lagi? Kamu mau menginap malam ini?"
"Boleh?"
"Nggak juga sih. Kalau kamu nggak ada, nanti aku peluk guling!"
"Lebay kamu, Van..."
Evan terkekeh ketika dilihatnya Amel cemberut.
"Oiya, Mel. Besok pagi aku ada jadwal antar Namima Check up. Tante Intan yang paksa, sebenarnya aku sih malas banget. Kamu ikut ya?"
"Kan aku kerja masuk pagi..."
"Izin sebentar nggak boleh? Bentar aja kok..."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAH (Menikah Dengan Mantan)
RomanceAmel di tawari uang senilai dengan jumlah yang harus ia bayar pada rentenir, sementara itu Evan ingin imbalan dari gadis di depannya, tentu saja... tidak ada yang gratis di dunia ini, Evan ingin Amel menjadi pengantinnya. "Kita tidur seranjang lagi...