Ditemukan seorang gadis yang diduga siswi pelajar SMA, sudah terkapar tak bernyawa di dalam sebuah rumah tak berpenghuni. Kondisi mayat gadis tersebut sangat mengenaskan. Seragam yang dikenakannya, berlumuran darah. Serta, mata sebelah kanannya, dikabarkan hilang.
Pihak kepolisian, terus menyelidiki kasus ini. Tak ada jejak dari sang pembunuh yang bisa dijadikan bukti. Rumah yang menjadi tempat aksi pembunuhan ini, juga sudah diberi garis polisi, dan tidak ada warga yang boleh melewatinya.
Tik!
Gadis yang sedang menonton itu, menegakkan kepalanya, menatap sang Ibu dengan raut bingung karena sudah mematikan televisinya.
"Makan dulu, nanti mama kamu marah."
Ia melihat ke arah jam di dindingnya yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi. "Kan libur... Aku makannya nanti aja, ya, siangan."
"Ooohhh.... Gituuu....." Sang ibu menatap ke arah luar kamar, menempelkan kedua tangan di pipinya, seolah menjadikan tangan itu sebuah megaphone. "Salwaaaa! Feby gak mau makaaannn!"
"Aaaaaa mommyyyy, jangaaannn!!!"
"Apaaa??!" Perempuan bernama Salwa itu, memasuki kamar sang anak sembari membawa teflon di tahgannya. "Gak mau makan nih????"
"Hayoloooo!!!" Sementara perempuan yang memanggil nama Salwa tadi, sekarang tertawa terbahak-bahak, melihat gadis yang bernama Feby, nampak ketakutan. Lebih tepatnya pura-pura ketakutan, karena Salwa, tidak mungkin akan sejahat itu untuk memukul anaknya sendiri menggunakan teflon.
"Tadi mommy bohong! Aku bilang, mau makan sebentar lagi!"
"Bohong, Sal! Jangan percaya! Dia bilang, makannnya nanti siang aja."
Salwa tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Udah ah cepet makan! Mama masak ikan acar tuh! Kasian dia udah bela-belain masuk wajan buat dimasak, tapi ujung-ujungnya gak ada yang makan."
Wajah Feby berubah semangat. "Ikan acar??? Mauuuuu!!!" Lantas, ia pun berlari menuju ruang makan, untuk menyantap makanan kesukaannya itu.
Sementara kedua wanita yang berada di dalam kamar ini, bertatapan sembari melempar senyum mereka. "Apa liat-liat? Sana mandi!" Salwa membentak.
"Iiiiiihhh galak banget iiihhhh..."
"Mau aku pukul pake ini?" Tanyanya sembari mengacungkan teflon.
"Emangnya gak boleh ya, aku liatin kamu?"
"Gak! Kamu bau! Mandi dulu sana!"
"Mandiin dong!"
"Rhea ih!"
"Mama!!! Mommy!!! Jangan pacaran di kamar aku!!!" Teriak gadis yang masih menikmati makanannya itu dari ruang makan.
"Tuh! Yang punya kamar marah! Ayo ah keluar!" Salwa pun akhirnya keluar, meninggalkan kekasihnya itu sembari tertawa kecil.
Rhea, wanita yang menjadi kepala keluarga di rumah ini, hanya bisa tersenyum. "13 tahun kita jadi keluarga, dan rasa sayang aku ke kalian, gak pernah sedikit pun memudar."
***
Feby melangkahkan kakinya menuju tumpukan buku-buku yang di jajakan pinggir jalan. Gadis yang sekarang telah menginjak usia 17 tahun itu, langsung mengambil salah satu buku untuk dibaca terlebih dahulu.
"Buku ini berapa harganya, pak?" Tanya seorang gadis yang membuat Feby menolehkan kepalanya ke samping.
"3.000, neng!" Tak heran jika harganya murah. Sebab ini, memang tempat di mana buku-buku bekas dijual kembali.
Gadis itu mengangguk, lalu mengeluarkan uang bernilai Rp 5.000 dari tas selempang berwarna tosca-nya. "Ini ya, pak! Ambil aja kembaliannya! Makasih..." Lantas, ia pun hendak pergi dari tempat itu.
Feby terus memperhatikan langkahnya yang semakin menjauh. Entah kenapa, gadis itu sedikit menarik perhatiannya. Ya, dimulai karena menarik perhatian. Sama seperti manusia-manusia, yang akan berakhir menjadi korbannya.
"Buku itu kebetulan udah langka banget, neng!" Suara si penjual, mengejutkan Feby. "Buku yang lagi neng pegang itu." Gadis itu pun menunduk, menatap buku di tangannya. "Itu kayaknya, isinya tentang cerita hidup gitu. Yaaa... bukan kisah nyata sih. Cuma menurut orang yang beruntung bisa beli buku itu, ceritanya seru banget! Ngena deh pokoknya! Ah, pasti anak muda zaman sekarang hobby tuh baca-baca buku gituan! Mirip-mirip lah ya sama novel. Berminat, neng?" Tanyanya diakhiri dengan cengiran.
"Berapa harganya?"
"Itu 50.000 aja."
"Mahal banget! Bukannya buku-buku lain murah?"
"Ya itu tadi, karena langka, jadinya mahal."
Gadis itu menimang-menimang, apakah akan tetap membelinya, atau justru merelakan buku yang katanya seru itu. Cukup lama ia berpikir, sampai akhirnya, helaan nafas keluar dari mulutnya. "Yaudah saya ambil." Lantas, ia pun mengambil uang di saku celananya.
"Gitu dong, hahahaha! Lama amat neng mikirnya! Kayak yang lagi mikirin buat bayar utang negara aja."
"Uang jajan saya gak banyak masalanya, pak."
Si penjual hanya tertawa, lalu memberi Feby uang kembaliannya. "Dateng lagi, ya!"
"Yaa! Makasih, pak!" Saat ia hendak melangkah, kakinya tak sengaja menendang sesuatu di bawah sana. Ia pun menunduk dan mengambil benda itu. "Gantungan kunci?" Matanya terpejam, seolah ingat pernah melihat benda yang tengah di pegangnya itu di suatu tempat.
Dan ya! Dia ingat! Gantungan kunci ini tadi masih bergelantung di tas berwarna tosca milik gadis yang membeli buku resep masakan seharga 3.000 itu.
***
Next
06-01-2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending My End
Teen Fiction(Completed) Mereka menyebutnya gadis yang cantik, baik, sopan dan penyayang. Mungkin memang benar. Tapi, ada satu fakta yang tidak mereka ketahui. Entah dengan atau tanpa alasan, diam-diam dirinya sering melakukan hal yang membuat seseorang kehilang...