"Engg--" Matanya membulat saat melihat brosur itu. "Kita salah tempat, Feb! Padahal alamatnya udah bener, deh..."
Feby memijat keningnya, terkekeh atas hal ini.
"Ayo kita keluar. Aku gak bawa banyak uang kalo harus makan di sini. Lagian, kita kan udah nyiapin diri buat makan gratis."
Tawa gadis itu akhirnya pecah walau pelan. "Yaudah ayo." Lantas, keduanya pun keluar dan kembali masuk mobil. Feby melajukan mobilnya, lalu beberapa meter kemudian, Eirlys memintanya untuk berhenti sembari menunjuk ke arah sisi jalan.
"Yang itu kayaknya! Gak salah lagi! Tadi harusnya kita maju dikit lagi!"
"Bener, ya, yang itu?"
"Bener!"
Mereka pun memasuki area pelataran rumah makan itu. Saat masuk, barulah mereka merasa tenang karena tempat di dalamnya sama persis dengan yang ada dalam brosur.
Restoran tadi memang nampak sederhana bagian luarnya, tapi bagian dalam cukup membuat keduanya terkejut. Andai Eirlys melihat brosur tersebut dengan lebih teliti lagi, mungkin mereka tidak akan salah tempat. Tapi tak apa, untunglah tempat yang dituju ternyata tidak jauh dari restoran itu. Sehingga di sinilah mereka sekarang.
Keduanya duduk di salah satu meja, memesan makanan sembari menunjukkan kupon, lalu menyantap makanan itu setelah selesai disajikan.
"Enak, ya!" Eirlys memakan makanannya sembari tersenyum senang. "Kapan lagi makan enak gratis kayak gini! Hahahaha!"
"Tapi ini kupon punya kakak kamu, kan? Emang gak apa-apa aku yang pake?"
"Gak apa-apa, lah... Toh kakak yang ngasih aku kupon itu dua-duanya. Mungkin biar aku makan gratis dua kali di sini. Tapi, daripada makan sendiri, mending aku ajak kamu."
"Kenapa ngajak aku? Bukannya kamu lebih deket sama Claudine dan Odelia?"
Eirlys memelankan tempo kunyahannya. Ia bahkan tidak berpikir untuk mengajak kedua sahabatnya itu. Yang terlintas di benaknya saat mendapat kupon dari sang kakak adalah mengajak Feby seorang. Ia hanya ingin makan berdua dengan gadis itu. Haruskan ia menjelaskannya? "Itu... kalo aku ajak Claudine, nanti Odelia sedih, begitu juga sebaliknya. Kalo aku ajak Odelia, nanti Claudine yang sedih. Kita kan biasa bareng-bareng bertiga."
"Emangnya kalo kamu ajak aku, mereka gak sedih? Nanti gimana kalo aku dianggap ngerebut temen mereka? Kamu yang lebih deket dan kenal lama sama mereka, tapi aku yang kamu ajak. Nanti malah aku yang gak enak sama mereka."
"Ssut! Mereka gak akan tau kalo kamu gak kasih tau. Tapi kalo aku ajak salah satu dari mereka, pasti yang lainnya bakal tau. Kamu makan aja udah, jangan nanya yang lain lagi." Eirlys kembali makan tanpa menatap gadis di depannya lagi.
"Kamu bermaksud ngajak aku nge-date?"
"Uhuk!" Eirlys segera mengambil minum dan meleguknya dengan cepat.
"Pelan-pelan... Kalo iya pun aku gak keberatan."
Gadis itu meletakkan gelas ke atas meja dengan canggung.
"Kalo enggak bermaksud kayak gitu...aku yang bermaksud."
"Uhuk!" Ia tersedak lagi.
"Kamu gak lagi makan, masih aja kesedak." Feby menegakkan duduknya, menatap Eirlys dengan intens. Senyuman terbit di wajah gadis cantik itu. Ia masih tak tahu apa perasaan ini. Ia masih belum terbiasa akan perasaan ini. Ia baru mengalami perasaan ini. Tapi, yang dirasakan olehnya saat ini, seolah menyuruhnya untuk terus mencari tahu, terus terbiasa, dan terus mengalami untuk jangka waktu yang lama. Ia tidak terlalu naif untuk tahu apa itu cinta. Tapi selama ini, ia tidak tahu kalau sesuatu yang bernama cinta itu ternyata ada. Kasih sayang, perasaan tak ingin kehilangan, dan ingin terus bersama itu ternyata ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending My End
Teen Fiction(Completed) Mereka menyebutnya gadis yang cantik, baik, sopan dan penyayang. Mungkin memang benar. Tapi, ada satu fakta yang tidak mereka ketahui. Entah dengan atau tanpa alasan, diam-diam dirinya sering melakukan hal yang membuat seseorang kehilang...