22. It's Really Hard For Us

632 94 17
                                    

Kriet...

Pintu lemari perlahan ia buka. Aroma tak mengenakan itu semakin semerbak baunya mengisi kekosongan kamar tersebut.

"Hoek! Ih bau banget!" Eirlys menutup hidung serta mulutnya, mundur beberapa langkah demi bisa menghirup udara yang sedikit lebih normal. Namun, ia kembali melangkah maju mendekati lemari itu. Tangannya perlahan menggeser pakaian yang menggantung demi bisa melihat penyebab dari bau bangkai ini.

Srek! Srek!

"Hah?!" Gadis itu jatuh terduduk, terkejut dengan apa yang dilihatnya. Matanya membulat, mulutnya menganga, alisnya berkerut dalam, dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia yakin, itu bukan boneka.

Kakinya bergerak, menyentuh sosok itu dengan jemari kakinya. "A-apa..." Mendadak nafasnya tersenggal. Keyakinan yang kuat bahwa sosok itu merupakan mayat, membuat tubuhnya terasa kaku.

Eirlys mencoba berdiri walau sulit. Tangannya kembali menggeser pakaian-pakaian di sana dengan gerakan yang gemetar hebat. Ia kembali tercekat saat melihat ada tengkorak di balik pakaian-pakaian itu. Tengkorak dengan sebagian daging dan kulit yang masih menempel, serta bau busuk yang tak tertahankan.

Ceklek!

Sontak kepalanya menoleh ke arah pintu kamar yang tiba-tiba dibuka. Matanya masih membulat, semakin melotot saat tahu siapa yang datang.

"K-kamu... ngapain di sini??"

"Kak! Mayat siapa itu, hah???" Gadis itu mendekat, mengguncang bahu sang kakak dengan kencang. "Itu siapa, Kak??? Kenapa ada di lemari Kakak??? Jawab akuuu!"

Alicia terdiam. Lidahnya terasa kelu. Penampilan yang nampak kacau serta kenyataan yang akhirnya terbongkar, membuat kondisinya semakin tak karuan.

"Kakkkkk!" Eirlys mulai menangis. Dia takut. Berbagai macam alasan takut, mulai menghantuinya.

"E-eirlys... I-itu.."

Gadis itu menatap tajam kakaknya, "Kakak gak bakal bilang kalo orang itu Kakak yang bunuh, kan??? Kenapa dia bisa ada di sana??? Dan tengkorak siapa itu??? Sejak kapan ada di sana???"

Alicia memejamkan matanya erat. Kepalanya terasa berat. Semuanya seakan sulit untuk diutarakan.

Eirlys terduduk dengan kepala yang menunduk, "Jadi, bener Kakak yang bunuh?" Tanyanya dingin.

Alicia ikut duduk, mensejajarkan tubuhnya dengan sang adik. "Eirlys, dengerin Kakak. Kakak gak bener-bener niat buat bu--"

"YANG NAMANYA PEMBUNUH TETAP PEMBUNUH!" Tatapan gadis itu nyalang menatap Alicia. Fakta apa yang ia dapatkan malam ini? Mengapa begitu sulit dipercaya?

"B-bukan gitu, Lys... Tolong dengerin dulu, Kakak bakal ceritain semuanya..."

"Apa??? Jangan ngarang cerita, Kak! Sejak kapan Kakak berani lakuin hal itu??? Tengkorak itu! Tengkorak itu pasti udah bertaun-taun! Sejak kapan Kakak bunuh mereka, hah?!"

"Mereka bukan Kakak yang bunuh, Eirlys!!! Tengkorak itu bukan kesalahan Kakak!!!"

"Ya terus kenapa ada di lemari, Kakak?!!!"

Alicia menjambak rambutnya kesal.

"Jawab aku!" Gadis itu tetap menuntut. Ia hanya ingin mendengarkan fakta bahwa ini bukan ulah kakaknya. Ia masih tak percaya akan hal ini.

Alicia bimbang. Haruskah fakta yang telah ia kubur sejak lama ini, diketahui oleh adiknya? Bagaimana jika ia tambah sakit?

"Kak..." Suaranya melemah. "Tolong jelasin apa semua ini... Siapa mereka? Kenapa mereka ada di sana? Kenapa Kakak lakuin itu sama mereka? Kenapa??"

Ending My EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang