Eirlys tengah termenung di teras rumahnya. Pikiran gadis itu masih terbayang-bayangi oleh kejadian semalam. Bagaimanapun, fakta tentang orang tuanya dan juga apa yang telah dilakukan kakaknya, cukup mengguncang batin gadis itu.
Tap.. Tap..
Kepalanya yang sedikit menunduk, membuat Eirlys dapat menangkap sosok yang sekarang berada di depannya dengan melihat kakinya. Perlahan, ia menegakkan kepala, melihat siapa di sana.
Sontak, ia berjengit di tempat saat tahu siapa orang itu.
"Sekarang mau ikut aku gak?"
Segera saja, Eirlys mengambil ancang-ancang untuk pergi dengan perlahan.
Tapi sayang, gerakan itu sepertinya terbaca olehnya. "Mau kemana?"
"K-kamu siapa, sih?!"
"Kan dulu udah kenalan. Lupa, ya?"
"Pergi sebelum aku panggil warga!"
"Aku cuma mau temenan sama kamu, Eirlys... Kok ngusir? Kamu lagi sendirian ya di rumah ini? Kakak kamu kemana?"
Mata Eirlys membulat. Ternyata benar apa kata Feby, lelaki ini sepertinya memang stalker. Bagaimana bisa lelaki itu mengetahui bahwa dirinya mempunyai Kakak jika tidak menguntitnya?
"Mau kamu apa, sih? Apa urusan kamu sama aku? Apa yang kamu mau? Make it clear!"
"Ahahaha... Yaudah..." Lelaki itu duduk di samping Eirlys sembari menghela nafas.
Melihat itu, Eirlys sedikit menjauh walaupun tidak berdiri dari tempatnya duduk.
"Sebenernya, aku juga gak mau basa-basi. Tapi, karena aku berhadapannya sama kamu, aku pengen punya waktu lebih lama sebelum ngakhirin semuanya."
Eirlys bingung dan juga takut.
"Kamu tau tentang korban-korban di TV itu?"
Kini gadis itu semakin takut karena mulai menyadarinya.
"Jangan bilang-bilang kalo aku yang bunuh, ya! Aku belum puas soalnya. Tapi... gak tau setelah yang jadi korban selanjutnya itu kamu. Atau, Kakak kamu. Atau, pacar kamu?"
"Jangan macem-macem, ya!! Aku gak akan pernah jadi korban kamu! Kakak aku, maupun Feby! Sebelum aku hubungin polisi, mending kamu pergi dan jangan ganggu kita!"
"Kalo aku gak mau?"
Eirlys benar-benar takut sekarang. Ingin berdiri dan melarikan diri dari sana pun, rasanya tak bisa. Tubuhnya mendadak kaku.
"Feby lagi ada sama aku. Kamu gak khawatir?"
"Apa?!"
"Kondisi dia lemah... lelah... sekarat..."
Alis gadis itu berkerut dalam dengan mata yang melotot. Itu artinya, Feby dalam bahaya?
"Kamu gak mau nyelametin dia, Eirlys?"
Brak!
Lelaki itu didorong dengan kuat. "AKU BILANG JANGAN MACEM-MACEM! DI MANA FEBY?!"
"Woah... tenang... Aku bakal bawa kamu ke tempat dia, kok."
Dada gadis itu naik turun lantaran emosi. Tapi, ia berusaha untuk tidak gegabah. Bagaimana pun, lelaki itu adalah pembunuh. Pembunuh yang sedang diincar polisi itu. Pembunuh yang sudah memakan banyak korban di TV itu. Yang korbannya banyak berasal dari sekolah gadis itu.
Dan bisa saja ini adalah salah satu jebakan agar lelaki itu bisa mengakhiri nyawanya juga.
"Oke, bawa aku ke tempat itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending My End
Teen Fiction(Completed) Mereka menyebutnya gadis yang cantik, baik, sopan dan penyayang. Mungkin memang benar. Tapi, ada satu fakta yang tidak mereka ketahui. Entah dengan atau tanpa alasan, diam-diam dirinya sering melakukan hal yang membuat seseorang kehilang...